Jakarta, CNN Indonesia -- Cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla mengatakan Indonesia sebenarnya sudah sangat siap dalam melakukan
deradikalisasi terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) eks simpatisan
ISIS.
Namun, kelemahannya ada pada upaya deradikalisasi yang didominasi oleh TNI dan Polri di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Dalam tanda kutip yang memonopoli deradikalisasi ini ya polisi dan militer. Tapi kalangan sipil seperti NU, Muhammadiyah, ya dikasih persen, tapi belum ideal," ujarnya di gedung Pengurus Besar Nadlatul Ulama, Jakarta Pusat, Sabtu (9/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, kata Ulil, organisasi masyarakat lah yang paling mengerti perkara deradikalisasi. Hal ini karena deradikalisasi erat hubungannya dengan perubahan cara pandang dan tafsir pada pelaku terorisme.
Ia mengakui peran polisi dan militer tidak bisa dilupakan secara keseluruhan karena soal aspek keamanan dalam kasus ini. Namun, persentasenya lebih kecil ketimbang peran yang harusnya dipegang ormas.
Senada, anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedi mengatakan sebenarnya Indonesia jauh lebih baik dalam deradikalisasi ketimbang negara-negara lain.
Hal ini dikarenakan masih banyak aspek kultural Indonesia yang sebenarnya kental dengan Islam moderat. Yang jadi permasalahan dalam perdebatan ini justru lebih ke arah teknis dan pengkajian yang belum dipikirkan.
"Indonesia harus melakukan kajian yang hati-hati, jangan terburu-buru memutuskan mana. Bahwa ada aspirasi tidak [usah] dipulangkan, kan itu aspirasi. Pemerintah harus berbasi pada data dan konsekuensi," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]Suaedi berpendapat pemerintah tidak bisa memutuskan menolak pemulangan hanya berdasarkan kekhawatiran. Sebab, pada dasarnya ada persoalan hak WNI yang juga harus dipertimbangkan. Misalnya, terkait anak dan istri dari eks simpatisan ISIS.
Belakangan persoalan pemulangan eks simpatisan ini jadi polemik. Menteri Agama Fachrul Razi sempat menyebut soal pemulangan simpatisan ISIS itu meski kemudian membantahnya.
Presiden Jokowi mengaku secara pribadi menolak pemulangan itu meski tetap menunggu hasil rapat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut pemulangan eks simpatisan ISIS itu dilematis. Satu sisi bisa memberi ancaman radikalisme, di sisi lain WNI terancam kehilangan kewarganegaraannya.
(fey/arh)