Ombudsman Temukan Dugaan Kelalaian Izin Revitalisasi Monas

CNN Indonesia
Jumat, 28 Feb 2020 17:04 WIB
Ombudsman menilai Pemprov DKI telah melakukan maladministrasi dalam revitalisasi Monas karena mengabaikan restu Komisi Pengarah selaku pengkaji cagar budaya.
Ombudsman menilai Pemprov DKI telah melakukan maladministrasi dalam revitalisasi Monas karena mengabaikan restu Komisi Pengarah selaku pengkaji cagar budaya. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan dugaan tindakan malaadministrasi atau kelalaian administratif dalam perizinan revitalisasi dan pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Monumen Nasional (revitalisasi Monas) sebagai ajang balapan Formula E.

"Dugaan malaadministrasi terkait dengan revitalisasi menurut Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya dilakukan baik oleh Pemprov DKI maupun oleh Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka Barat," demikian tertulis dalam siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Jum'at (28/2).

Ombudsman menengarai Pemprov DKI melakukan proses revitalisasi Kawasan Monas dengan mengabaikan ketentuan Pasal 80 ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Beleid itu berbunyi, "Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian,"

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, mengatakan dugaan malaadministrasi dari aspek formil terlihat dari Pemprov DKI Jakarta yang melakukan revitalisasi tanpa persetujuan dari Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka.

Sementara secara substantif, kata Teguh, persetujuan dari Komisi Pengarah harus sesuai dengan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 80 Ayat 1.

"Untuk memastikan bahwa persetujuan atas revitalisasi tersebut berdasarkan kajian yang memerhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial," ucap Teguh.

Atas dasar itu, Ombudsman berencana memanggil pejabat di Pemprov DKI untuk mengklarifikasi keterangan. Ia mengatakan tak menutup kemungkinan Gubernur DKI Anies Baswedan juga dipanggil.

"Tentu dari pejabat yang berwenang dulu. Tapi, kalau mereka tidak bisa memberikan jawaban ada kemungkinan kami memanggil Pak Gubernur [Anies Baswedan] juga," ucapnya saat dikonfirmasi.

Selain itu, Teguh menyatakan pihaknya akan memanggil Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka untuk mendalami persetujuan yang diberikan. Menurut dia, revitalisasi dilakukan tanpa proses kajian di mana terlihat dari dugaan pelanggaran penebangan pohon yang belum mendapat rekomendasi teknis dari Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

"Kami akan melihat persesuaian antara dasar penerbitan surat persetujuan tersebut dengan kewajiban untuk melakukan kajian terlebih dahulu sebagaimana diamanatkan di dalam UU tentang cagar budaya," pungkas Teguh.

[Gambas:Video CNN]


Selain penebangan pohon, Teguh menganggap betonisasi di Kawasan Cagar Budaya Monas dalam proyek revitalisasi telah merusak bentang darat atau lanskap kawasan tersebut. Kata dia, perubahan bentang darat ini melanggar Pasal 86 mengenai Pemanfaatan Cagar Alam.

Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, kata Teguh, menengarai dugaan malaadministrasi dilakukan oleh Tim Sidang Pemugaran Provinsi DKI Jakarta yang telah menyampaikan rekomendasi terkait Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Monas sebagai tempat arena balap Formula E.

"Kami menduga, Tim Sidang Pemugaran tidak merujuk pada Pasal 86 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya terkait harus adanya kajian, penelitian dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan," imbuh Teguh.

"Namun, dugaan malaadministrasi tersebut menjadi lebih tampak karena rekomendasi yang dikeluarkan oleh Tim Sidang Pemugaran pada tanggal 27 Januari 2010 dikutip secara backdate oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta saat mengajukan persetujuan kepada Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka pada tanggal 20 Januari 2020," terangnya.

Merespons persoalan tersebut, Teguh meminta pihak terkait menghentikan seluruh kegiatan revitalisasi dan pembangunan fasilitas Formula E. Selain itu, ia pun mengingatkan ketentuan pidana terhadap pihak yang menimbulkan kerusakan terhadap suatu kawasan.

"Ketentuan pidana termaktub dalam Pasal 105, setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp5 miliar," jelas Teguh.

Sementara jika pelaku perusakan merupakan pejabat, kata Teguh, hukuman dapat ditambah sepertiga.


(ryn/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER