Jakarta, CNN Indonesia -- Juru bicara pemerintah untuk penanganan
Virus Corona, Achmad Yurianto, mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan metode baru pemeriksaan cepat atau
rapid test Covid-19.
"Kami tadi juga rapat di pagi hari bersama Menteri Kesehatan dan seluruh jajaran untuk mulai melakukan kajian untuk rapid test, seperti apa yang dilaksanakan di negara lain," ujarnya melalui konferensi pers daring Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (18/3).
"Ini menggunakan spesimen darah, bukan tenggorokan. Serum darah yang diambil," dia menambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuri merinci sampel dalam tes lewat
polymerase chain reaction (PCR) atau
genome sequencing diambil dari tenggorokan, kerongkongan, atau hidung.
Sedangkan pada
rapid test, sampel yang diambil berasal dari darah dengan memeriksa kadar protein immunoglobulin pada tubuh pasien.
"Salah satu keuntungan ini tidak membutuhkan sarana pemeriksaan lab pada biosecurity level II. Artinya ini bisa dilaksanakan di hampir semua lab kesehatan di rumah sakit di Indonesia," jelas Yuri.
Diketahui, metode pemeriksaan menggunakan PCR dan
genome sequencing hanya bisa dilakukan oleh laboratorium yang memiliki fasilitas keamanan yang mumpuni, yakni level II. Jika tidak, terjadi penularan pada petugas maupun ke luar lingkungan laboratorium.
Namun demikian, Yuri menyebut metode rapid test ini juga punya kelemahan. Karena
rapid test memeriksa protein immunoglobulin pada tubuh, pasien baru bisa terdeteksi positif jika sudah terinfeksi virus setidaknya seminggu.
[Gambas:Video CNN]"Kalau belum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu, kemungkinan bacaan immunoglobulin-nya akan negatif," tambahnya.
Lebih lanjut, Yuri mengatakan pihaknya juga mempertimbangkan opsi isolasi diri bagi pasien yang dinyatakan positif melalui rapid test, namun tidak memiliki gejala atau gejala minim.
"Hal ini harus diiringi dengan pemahaman didapatkan masyarakat terkait isolasi diri," imbuhnya.
Masyarakat, katanya, mesti paham bahwa hasil pemeriksaan positif dari rapid test berarti pasien dapat menularkan virus ke orang lain walaupun tidak memiliki gejala.
Namun, lanjutnya, tidak semua pasien diharuskan melakukan isolasi di rumah sakit. Pihaknya pun sudah menyusun pedoman dan petunjuk isolasi diri bagi masyarakat. Isolasi juga bakal diawasi petugas kesehatan setempat.
"Tanpa kesiapan memahami dan mampu isolasi diri, maka tentunya semua kasus positif akan berbondong ke rumah sakit padahal belum tentu butuh layanan rawatan layanan rumah sakit," tambahnya.
(fey/arh)