Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga
Bantuan Hukum APIK Jakarta menerima 97 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan selama wabah
virus corona (Covid-19) merebak. Paling banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (
KDRT)
Laporan diterima dalam kurun waktu 16 Maret sampai 19 April 2020 atau tepatnya sejak pemerintah mengimbau masyarakat membatasi kegiatan di luar rumah dan selalu menjaga jarak.
"Hal ini menjadi bukti bahwa rumah belum tentu menjadi tempat aman bagi perempuan, apalagi dalam masa pandemi Covid-19 ini. Perempuan menjadi lebih rentan bukan saja rentan tertular virus, tapi juga rentan menjadi korban kekerasan," kata Direktur LBH Apik Jakarta Siti Mazumah melalui keterangan pers, Selasa (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari 97 kasus yang dilaporkan, sebanyak 33 kasus adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian 30 kasus kekerasan gender berbasis online, 8 kasus pelecehan seksual, 7 kasus kekerasan dalam pacaran.
Kemudian 6 kasus kekerasan terkait pidana umum, 3 kasus pemerkosaan, 3 kasus kekerasan berbasis gender, 2 kasus perdata keluarga, 2 kasus pinjaman online, dan masing-masing 1 kasus warisan, pemaksaan orientasi seksual serta permohonan informasi layanan.
"Jumlah ini cukup besar dimana hanya dalam waktu satu bulan jumlah pengaduan meningkat drastis dibandingkan pengaduan langsung," ujar Siti.
Pengaduan kasus KDRT memegang porsi paling tinggi selama corona.Masih sama dengan catatan tahunan 2019 yang dibuat LBH Apik Jakarta.
Siti mengatakan perempuan juga lebih rentan tertular virus karena keharusan memasak dan memenuhi bahan makanan. Karenanya, kegiatan keluar rumah untuk berbelanja terkadang harus dilakukan.
Beban perempuan, menurut Siti, bertambah besar selama
physical distancing. Khususnya bagi keluarga dengan struktur sosial patriarki, di mana perempuan berperan sebagai pengasuh, pendidik, memastikan kesehatan keluarga, hingga menyiapkan makanan.
Hal ini menurut Siti bisa jadi pemicu kekerasan. Ketika perempuan dianggap tak maksimal menjalankan tugasnya, kekerasan kerap dianggap wajar.
Menyusul KDRT, angka kekerasan gender berbasis online juga cukup tinggi. Ia mengatakan ini berkaitan dengan ketergantungan terhadap internet yang cukup tinggi selama
physical distancing.
Bentuk kekerasan berbasis
online yang ditemukan adalah pelecehan seksual secara
online, ancaman penyebaran konten intim dengan motif eksploitasi seksual, hingga pemerasan.
Kasus kekerasan yang menimbun ini juga sulit ditindaklanjuti selama wabah corona menurut Siti. Kesulitan bahkan umum ditemukan ketika keadaan normal. Terlebih ketika masyarakat tak bisa keluar rumah untuk melaporkan kasus.
Untuk itu LBH APIK Jakarta meminta pemerintah mempertimbangkan keadilan dan kesetaraan gender dan kelompok rentan selama
physical distancing.
Bersamaan dengan itu pihaknya juga menolak pembahasan RUU Ketahanan Keluarga oleh DPR. Dan meminta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga segera diprioritaskan.
(fey/bmw)
[Gambas:Video CNN]