Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (
Walhi) Nur Hidayati menyebut Undang-undang Mineral dan Batu Bara (
Minerba) yang baru disahkan DPR RI justru menambah risiko rentan
virus corona (Covid-19).
Nur menjelaskan, UU Minerba yang mendukung eksploitasi alam dan pencemaran lingkungan membuat warga masyarakat di sekitar kawasan tambang termasuk dalam orang yang rentan tertular Covid-19 karena tidak mendapat akses udara yang sehat.
"Ini menambah resiko rentan di tengah Covid-19, karena terjadi pencemaran udara dan berbahaya bagi masyarakat," ujar Nur melalui video conference, Jumat (29/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nur mengatakan semestinya di masa pandemi pemerintah membuat stimulus hijau, atau kebijakan yang dapat memperbaiki alam. Agar masyarakat bisa hidup bersih ditunjang dengan keadaan alamnya.
"Padahal di negara lain mengeluarkan 'stimulus hijau' untuk memperbaiki lingkungannya, di sini malah mengesahkan UU yang merusak lingkungan," ujarnya.
"Kita juga bisa lihat proyek pembangunan PLTU, pembangunan listrik, apalagi mengeruk tambang ini justru merusak," imbuh Nur.
UU Minerba telah rampung direvisi oleh DPR RI pada Selasa (12/5). UU Minerba sendiri dinilai berisi pasal-pasal bermasalah yang melanggengkan kekuasaan para pengusaha tambang.
Di antaranya pasal 47 (a) yang menyebut jangka waktu kegiatan produksi tambang mineral logam paling lama adalah 20 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun.
Ada pula perubahan dalam Pasal 100 yang membuat reklamasi dan pascatambang dimungkinkan untuk tidak dikembalikan sebagaimana zona awal, termasuk lubang tambang akhir dimungkinkan tidak ditutup seluruhnya
Kemudian pasal 162 dan 164 yang membuka peluang kriminalisasi terhadap warga penolak tambang. Dalam Pasal 162 disebut: "Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
UU Minerba Ciri Pemerintahan OtoriterSementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menyebut pengesahan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) menjadi salah satu ciri pemerintahan yang otoriter. Sebab UU Minerba menihilkan apsirasi dan partisipasi masyarakat.
"UU Minerba kembali membuat Indonesia ke rezim yang otoriter karena partisipasi masyarakat tidak dilibatkan," ujar Asfina dalam video conference, Jumat (29/5).
"Partisipasi bukan hal formal, partisipasi yang membuat hukum itu legitimate," imbuhnya.
Selain itu, UU Minerba juga menghilangkan otoritas daerah dalam mengatur daerahnya. Dalam UU Minerba Pasal 4 Ayat (2) penguasaan mineral dan batu bara diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Asfina menilai peran daerah penting dilibatkan dalam urusan pengelolaan tambang dan mineral batu bara. Ini juga membuat rakyat di daerah bisa lebih dekat dengan pemerintah sehingga warga bisa memantau pengolahan dan eksplorasi tambang.
"Satu pasal bermasalah yang mau saya bicarakan adalah soal penguasaan oleh pemerintah pusat yang menihilkan otonomi daerah, otonomi ini penting karena rakyat bisa menjadi dekat dengan pemerintahnya," kata Asfina.
Asfina juga menilai UU Minerba menjadi jalan mulus bagi para pengusaha tambang untuk mengeksplorasi besar-besaran kekayaan alam Indonesia tanpa memedulikan rakyat.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatamnas) Merah Johansyah mengatakan, pembangunan tambang di berbagai daerah telah menewaskan banyak orang.
Eksplorasi tambang juga tidak memerhatikan dampak lingkungan, sehingga terjadi bencana alam seperti banjir di kawasan bengkulu akibat aktivitas tambang.
"90 persen isi UU Minerba ini tidak mewakili warga terdampak. Hanya elite oligarki," ujarnya.
(mln/bac)
[Gambas:Video CNN]