Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (
LBH) Jakarta mempertanyakan alasan pihak kejaksaan hanya menuntut dua terdakwa dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK
Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana satu tahun penjara.
Mereka menilai tuntutan tersebut terlampau ringan untuk kasus tersebut. Bahkan, kasus Novel ini tuntutannya jauh lebih ringan dibandingkan kasus-kasus serupa, yakni tentang penyiraman air keras.
"
Mengapa pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan hanya dituntut satu tahun penjara? Sedangkan pada kasus serupa bisa mencapai delapan tahun bahkan sampai 20 tahun," ucap LBH Jakarta dalam cuitan di akun Twitter-nya, @LBH_Jakarta, Jumat (12/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak tiga tuntutan jaksa di tiga kasus penyiraman air keras kemudian dibandingkan dengan tuntutan jaksa terhadap Rahmat dan Ronny.
Kasus pertama adalah penyiraman air keras yang dilakukan Ruslam terhadap istri serta mertuanya pada 18 Juni 2018.
Jaksa kemudian menuntut Ruslam sebagai terdakwa dengan pidana penjara delapan tahun. Majelis Hakim PN Pekalongan akhirnya menjatuhkan vonis yang lebih berat kepada Ruslan, yakni 10 tahun penjara.
Berikutnya adalah kasus penyiraman air keras yang dilakukan Rika Sonata terhadap suaminya pada Oktober 2018.
Rika yang diketahui menyewa preman untuk menyiram suaminya dengan air keras kemudian dituntut jaksa dengan pidana penjara selama 10 tahun. Majelis Hakim PN Bengkulu lalu menjatuhkan vonis yang lebih berat, yaitu 12 tahun penjara untuk Rika.
Terakhir ialah penyiraman air keras yang dilakukan Heriyanto kepada istrinya hingga meninggal dunia pada 12 Juli 2019. Jaksa kemudian menuntut Heriyanto dengan pidana penjara selama 20 tahun. Tuntutan jaksa itu kemudian dikabulkan Majelis Hakim PN Bengkulu.
Berangkat dari itu, LBH Jakarta mengingatkan bahwa penyiraman air keras terhadap Novel merupakan kasus high profile alias besar, di mana para terdakwanya merupakan anggota polisi aktif.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman juga mengkritik tuntutan satu tahun penjara yang dilayangkan JPU terhadap Rahmat dan Ronny dalam sidang di PN Jakarta Utara tersebut.
"Tuntutan tersebut sangat ringan jika dilihat dari penderitaan yang timbul pada Mas Novel yakni cacat seumur hidup," kata sosok yang akrab disapa Habib itu kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (12/6).
Ia membandingkan dengan tuntutan dalam sejumlah kasus penyiraman air keras yang ditangani di sejumlah pengadilan negeri (PN).
Menurutnya, tuntutan terhadap terdakwa penyiram air keras ke Novel seharusnya lebih berat dari tuntutan 10 tahun penjara yang dilayangkan JPU dalam kasus penyiraman air keras yang ditangani di PN Bengkulu serta PN Pekalongan.
Ia pun mengaku akan mencecar hal tersebut kepada Jaksa Agung ketika rapat kerja dengan Komisi III DPR RI.
Diketahui, JPU menuntut Rahmat dan Ronny dengan pidana penjara selama satu tahun. Mereka berdua dianggap terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6).
Novel disiram air keras usai salat Subuh di masjid dekat rumahnya, Selasa 11 April 2017 lalu. Namun, polisi baru berhasil menangkap pelaku penyiraman air keras dua tahun lebih atau Desember 2019.
(mts/kid)
[Gambas:Video CNN]