Debat Data Corona Jatim Versus Surabaya

CNN Indonesia
Jumat, 19 Jun 2020 09:04 WIB
Health workers collect blood samples as they conduct mass testing for the new coronavirus at a market in Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Tuesday, May 12, 2020. (AP Photo/Masyudi S. Firmansyah)
Ilustrasi. Gugus Tugas Covid-19 Surabaya menyebut paparan data corona dari Gugas Jatim tak sesuai di lapangan. Jatim mengklaim data tersebut valid berdasar kajian pakar. (Foto: AP/Masyudi S. Firmansyah)
Jakarta, CNN Indonesia --

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya mengklaim data persebaran kasus konfirmasi positif virus corona (covid-19) di Kota Surabaya yang dipaparkan Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur pada beberapa kasus tidak sesuai dengan data sebenarnya di lapangan.

Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Covid-19 Surabaya Febria Rachmanita mengatakan data kasus harian yang dirilis Gugus Tugas Covid-19 Jatim beberapa di antaranya menunjukkan angka kasus corona lebih tinggi dari kondisi sebenarnya.


Bahkan, ketidaksesuaian data antara Jatim dan Kota Surabaya bisa mencapai presentasi di atas 50 persen. Setelah ditelusuri, Febria menduga data Gugus Tugas Covid-19 Jatim mengalami kesalahan karena banyak data ganda serta beberapa data warga yang tidak ter-update.

Semisal 14 Juni, dinyatakan ada 180 kasus positif warga Surabaya. Namun setelah dicek di lapangan hanya ada 80 orang. Kemudian, pada 15 Juni, Gugus Tugas Covid-19 Jatim menyebut ada 280 kasus positif warga Surabaya dan setelah dicek hanya 100.

Lebih lanjut pada 16 Juni, Febria mengatakan pihaknya menerima data 149 warga Surabaya terkonfirmasi positif. Akan tetapi, setelah dicek ternyata hanya ada 64 orang.

Febria pun menceritakan beberapa waktu lalu pihaknya mendapatkan data dari Gugus Tugas Covid-19 Jatim yang menyebut bahwa ada warga di wilayah Sidosermo Surabaya yang terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, setelah dicek petugas, ternyata sudah tiga bulan lamanya orang tersebut tak tinggal di alamat itu, dia tinggal di luar Kota Surabaya.


Merespons tudingan Febria, Anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur yang juga Sekretaris Daerah Pemprov Jatim Heru Tjahjono membantah ada kekeliruan data yang pihaknya sampaikan selama ini.

Ia menyatakan data selama ini yang ia rilis merupakan data himpunan dari proses pelacakan (tracing), laporan masyarakat, BNPB dan dinas kesehatan di kabupaten/kota, serta data yang diolah oleh para ahli dan pakar.

"Jadi tidak mungkin [tidak valid]. Jadi pemerintah provinsi tidak akan melakukan informasi berupa data yang tidak didasari oleh satu kondisi lapangan, data itu diolah oleh pakar-pakar," kata Heru.

"Kita tidak mungkin mengeluarkan data yang tidak sesuai dengan lapangan, berdosa," imbuhnya.

Perkembangan data persebaran kasus positif terbaru di Jawa Timur dikutip dari kedua situs rekap data harian Jatim dan Kota Surabaya, yakni infocovid19.jatimprov.go.id dan lawancovid-19.surabaya.go.id, keduanya menunjukkan pergerakan data yang sama.

Data per 18 juni 18.00 WIB disebutkan terdapat penambahan 121 kasus terkonfirmasi positif baru di Kota Surabaya. Dengan begitu, total kasus positif mencapai angka 4.383 kasus, angka kesembuhan mencapai 1426 orang, serta pasien yang dinyatakan meninggal dunia sebanyak 338 orang.

Persebaran data yang semakin meningkat menjadikan provinsi Jawa Timur sebagai penyumbang kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia dibandingkan provinsi lain selama tiga hari berturut-turut atau sejak Selasa (16/6) hingga Kamis (18/6).


Dari data persebaran itu, penambahan kasus positif di Kota Surabaya menyumbang angka terbanyak di Jawa Timur. Selain itu, Jumlah kumulatif kasus positif corona di Jawa Timur juga hampir menyalip angka kasus positif di DKI Jakarta.

Kendati angka positif yang terus meningkat, Risma, lewat Perwali Surabaya Nomor 28 tahun 2020 tentang tatanan baru tak mencantumkan sanksi bagi pelanggarnya. Hal berbeda padahal diterapkan dalam peraturan Bupati Gresik dan Bupati Sidoarjo yang lebih tegas dengan mengatur sanksi berupa denda hingga Rp50 juta.

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo menyesalkan Perwali ini. Ia menilai tidak ada ketegasan dalam Perawali itu. Sanksi yang diberikan antara lain berupa teguran lisan, teguran tertulis, penyitaan KTP hingga pencabutan izin usaha.

"Di Surabaya aja lho, Perwali yang baru enggak greget blas tok. Jadi itu kekurangan regulasinya yang enggak tepat," ujar Windhu, Sabtu (13/6).


Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Dicky Budiman turut berpandangan terkait peningkatan kasus positif terkonfirmasi covid-19 di Surabaya. Menurutnya, jika kembali menengok ke belakang, fenomena kenaikan kasus tidak akan terjadi jika Pemimpin mau merespons suatu pandemi sejak awal.

Kebijakan yang diambil merujuk pada sains dan strategi pandemi, serta pola strategi yang disusun dan konsistensi pelaksanaan strategi. Karena menurutnya, inti dari penanganan Covid-19 adalah keseriusan para pemimpin dalam menangani wabah Covid-19.

"Semua hal tersebut bila dilakukan sejak Maret (waktu temuan dua kasus Corona awal di Indonesia) tentu tidak akan menjadikan Surabaya berstatus merah tua," kata Dicky.

(frd, khr/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER