Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan kajian atas program Kartu Prakerja besutan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pandemi Covid-19.
Lembaga antirasuah itu juga telah mengirim hasil kajian ini kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto pada 2 Juni 2020.
Dalam kajiannya, KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek terkait tata laksana sehingga pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam implementasi program tersebut. Empat aspek itu meliputi:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Calon peserta yang ada dalam data Kementerian Ketenagakerjaan-BPJamsostek, kurang lebih 1,7 juta pekerja, harus kembali mendaftar secara daring untuk ikut program ini.
Fakta di lapangan, hanya sekitar 143 ribu yang mendaftar secara daring. Sebagian besar atau sekitar 9 juta calon peserta yang mendaftar bukan yang disasar oleh program ini.
Kemudian penggunaan fitur face recognition dalam program ini dengan anggaran Rp30 miliar sangat tidak efisien untuk kepentingan pengenalan peserta.
Dalam kajian KPK, kerja sama dengan delapan platform digital tak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Sementara penetapan kerja sama bukan dilakukan oleh manajemen pelaksana.
Selain itu, terdapat konflik kepentingan pada lima platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan yaitu pada 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia.
Lembaga antikorupsi menemukan kurasi materi pelatihan tak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Hanya 24 persen dari 1.895 pelatihan yang laik dikategorikan sebagai pelatihan.
Dari jumlah itu, hanya 55 persen yang layak diberikan dengan metode daring. Pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1,895
pelatihan.
Sejumlah pelatihan yang diberikan juga tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Dari 327 sampel pelatihan yang dipilih secara random, sebanyak 89 persen dari pelatihan itu tersedia di internet dan tak berbayar, termasuk di laman prakerja.org.
KPK menemukan metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara karena metode pelatihan hanya satu arah serta tak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Kemudian lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.
Selain itu, peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tak diikuti oleh peserta.
"Mengingat besarnya resiko timbulnya inefisiensi dan kerugian negara disamping ketidakefektifan program, kami merekomendasikan penghentian sementara program kartu prakerja gelombang ke-4 sambil dilakukan evaluasi atas gelombang sebelumnya dan perbaikan untuk kelanjutan program," demikian isi surat KPK ke Menko Bidang Perekonomian yang ditandangani Ketua KPK Firli Bahuri.
Berdasarkan kajian ini, KPK juga merekomendasikan agar implementasi program dikembalikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan mengingat infrastruktur yang sudah tersedia. Saat ini program tersebut di bawah Kemenko Perekonomian.
Sementara untuk perbaikan teknis pelaksanaan program, KPK merekomendasikan beberapa hal, antara lain peserta yang disasar pada pekerja terdampak tak perlu mendaftar daring melainkan dihubungi manajemen pelaksana sebagai peserta program.
Kemudian penggunaan NIK sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.
Komite pelaksana agar meminta pendapat hukum ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung tentang kerja sama dengan 8 platform digital, apakah termasuk dalam cakupan PBJ pemerintah.
Selanjutnya, platform digital tak boleh memiliki konflik kepentingan dengan Lembaga Penyedia Pelatihan dan 250 pelatihan yang terindikasi harus dihentikan penyediaannya.
Kurasi materi pelatihan dan kelaikannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
Materi pelatihan yang teridentifikasi gratis melalui jejaring internet harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan Lembaga Pelatihan. Terakhir pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.
Namun, KPK belum menerima laporan dari Kemenko Perekonomian apakah sejumlah rekomendasi tersebut sudah dijalankan atau belum. "Belum ada laporannya dari kemenko," kata Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan dikonfirmasi terpisah, Jumat (19/6).
Sebelumnya, pemerintah meluncurkan program Kartu Prakerja pada Jum'at (20/3). Program tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja
Selain diperuntukkan untuk para pencari kerja, program yang merupakan janji kampanye Jokowi itu juga ditujukan untuk para pekerja yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi virus corona.
Lewat program ini, Pemerintah menganggarkan Rp20 triliun dengan rincian biaya pelatihan Rp5,6 triliun; dana insentif Rp13,45 triliun; dana survei Rp840 miliar; dan dana PMO Rp100 juta. Anggaran ini naik dua kali lipat dari yang sudah direncanakan sebelumnya yakni Rp10 triliun.
Peserta Kartu Prakerja ini akan mendapat dana pelatihan sebesar Rp1 juta per periode pelatihan, dana bantuan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan dan dana hasil pengisian survei Rp50 ribu per bulan selama tiga bulan. Sehingga totalnya, masing-masing peserta mendapat Rp3,55 juta.
(ryn/fra)