Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Semarang mencatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi virus corona (covid-19). Kenaikan kasus hingga tiga kali lipat itu disinyalir disebabkan oleh masalah ekonomi dalam rumah tangga.
Setiap hari panitera setidaknya menerima 100 orang yang mendaftarkan gugatan perceraian. Sekitar 80 persen penggugat datang dari pihak perempuan atau istri.
"Masyarakat memahami new normal sebagai arus normal semuanya, dari bulan Mei ada 98 kasus sampai Juni pertengahan ada 291 perkara yang kami terima," ujar Wakil Ketua Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang Muhamad Camuda dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Rabu (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Camuda mengatakan dampak pandemi Covid-19 membuat kerenggangan terjadi dalam biduk rumah tangga di Semarang. Sektor ekonomi yang terdampak menyebabkan pemilik usaha atau perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan dan berujung pada perselisihan rumah tangga karena himpitan masalah ekonomi.
Ia menambahkan, perkara yang dilatarbelakangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tetap ada, namun persentase jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding gugatan cerai karena faktor ekonomi, pertengkaran hingga perselingkuhan.
Salah satu penggugat perceraian dari pihak perempuan, Supini selasa (23/6) siang kemarin mendaftarkan perkara perceraian ke Pengadilan Agama Semarang. Ia memutuskan pisah dengan suaminya dengan alasan sudah tidak lagi menerima nafkah.
"Tidak pernah dikasih nafkah [suami], punya hutang di bank tidak mau bayar. Kendaraan atas nama saya dijual untuk membayar hutang di bank negeri," tuturnya.
Melihat angka kasus perceraian yang terus meningkat, Pengadilan telah berusaha melakukan serangkaian proses mediasi bagi pasangan suami istri, namun upaya itu tidak membuahkan hasil.
Selain di Indonesia, kasus serupa juga terjadi di berbagai negara terdampak covid-19 lainnya seperti di China. Studi di China menunjukkan, 50,4 persen orang mengalami gejala depresi, 44,6 persen merasakan kecemasan, dan 34 persen menderita insomnia.
Berdasarkan data dari kantor pencatatan sipil di China, tingkat perceraian meningkat secara signifikan karena pasangan menghabiskan terlalu banyak waktu bersama di rumah selama lockdown. Lebih dari 300 pasangan mendaftarkan perceraian sejak 24 Februari lalu di Provinsi Sichuan, China.
(kha/osc)