12 Nilai Merah KPK Versi ICW: Transparansi Hingga Gimik Firli

CNN Indonesia
Kamis, 25 Jun 2020 22:22 WIB
Logo Indonesian Corruption Watch (ICW). CNN Indonesia/Andry Novelino
Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino
Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan kebijakan yang dikeluarkan oleh KPK era Firli Bahuri dkk. dalam enam bulan pertama kepemimpinan mereka mendapat rapor merah.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan apa yang telah dikerjakan pimpinan jilid V tidak mendorong performa lembaga, melainkan menimbulkan stigma negatif masyarakat.

Hal itu berdasarkan hasil pemantauan semester I (Desember 2019 - Juni 2020) kinerja KPK yang dikerjakan ICW bersama Transparency International Indonesia (TII).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak lima Pimpinan KPK dilantik pada Desember tahun 2019 yang lalu praktis setiap kebijakan yang dikeluarkan selalu menuai kritik dari masyarakat," ujar Kurnia dalam konferensi pers daring, Kamis (25/6).

Peneliti TII Alvin Nicola menyebut kinerja KPK di bawah Firli itu terlihat dalam sektor penindakan maupun pencegahan.

"Terhambatnya kerja-kerja pro justitia di kedeputian penindakan KPK berdampak pada terhambatnya efektivitas program kerja pencegahan oleh KPK. Kami juga ingin tegaskan bahwa sektor pencegahan mendapat rapor merah," kata dia.

ICW dan TII mengungkapkan setidaknya ada 12 kebijakan kontroversial dalam sektor internal organisasi KPK.

Pertama, pengembalian paksa penyidik ke instansi asal. Misalnya, kasus pengembalian penyidik Rossa Purbo Bekti ke institusi Polri pada saat yang bersangkutan sedang menangani perkara dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat eks Kader PDIP Harun Masiku.

Infografis Daftar Kekayaan Pimpinan KPK 2019-2023Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian

Polemik berakhir ketika Pimpinan KPK melalui Rapat tanggal 6 Mei 2020 memutuskan untuk menerima kembali Rossa untuk berdinas di Kuningan tempat kantor lembaga antirasuah menjalankan operasional.

Kedua, sesat pikir publikasi penghentian perkara. Pada pekan ketiga bulan Januari, KPK diketahui mempublikasikan penghentian 36 kasus korupsi di tingkat penyelidikan.

Kurnia menjelaskan tindakan tersebut tidak dikenal dalam UU KPK. Pasal 44 ayat (3) UU a quo menjelaskan bahwa ketika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup maka penyelidik melaporkan kepada pimpinan KPK, bukan justru disebarluaskan ke masyarakat.

Kurnia menuding pimpinan KPK tidak memahami asas keterbukaan informasi publik. Ia menjelaskan publikasi hanya terbatas pada ranah penghentian perkara di tahap penyidikan dan penuntutan sebagaimana Pasal 40 ayat (3) UU KPK.

"Informasi penghentian penyelidikan ini tidak memiliki nilai kemanfaatan sama sekali. Pasal 44 ayat (4) UU a quo pada intinya mengatakan bahwa ketika ditemukan alat bukti lain sebenarnya tidak menutup kemungkinan bagi KPK untuk melanjutkan penyelidikan yang sebelumnya telah dihentikan," kata dia.

Ketiga, persoalan transparansi berupa akses informasi kepada publik. Dalam hal ini, Kurnia menekankan ketidak-utuhan informasi KPK terkait peristiwa penggeledahan dan penyekapan tim OTT di PTIK soal perkara yang menjerat Harun Masiku.

Kurnia mengatakan pimpinan KPK melanggar Pasal 5 UU KPK yang menyatakan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada aspek keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

"Bukan hanya itu, Pasal 20 ayat (1) UU a quo pun menyatakan bahwa KPK bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya," ujarnya.

Ketua KPK Firli Bahuri memasak nasi goreng di acara Silaturahmi Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK di gedung KPK, Jakarta, Senin (20/1/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.Ketua KPK Firli Bahuri memasak nasi goreng di acara Silaturahmi Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK di gedung KPK, Jakarta, Senin (20/1). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Keempat, intervensi pemanggilan saksi. Rencana kebijakan baru yang disampaikan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam RDP dengan Komisi III DPR dianggap tidak tepat. Pasalnya, terang Kurnia, pemanggilan saksi merupakan kewenangan penuh penyidik dan penuntut umum.

Sedangkan dalam aturan perubahan UU KPK, disebutkan bahwa pimpinan KPK tidak lagi sebagai penyidik maupun penuntut umum.

Kelima, Kurnia menyatakan tindakan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK kental dengan gimik politik. Misalnya, saat mantan Kapolda Sumsel itu menunjukkan kemahirannya memasak nasi goreng di tengah keraguan publik terkait kasus Harun Masiku.

Keenam, perlakuan khusus terhadap tersangka eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono. Dalam jumpa pers KPK 'mempertontonkan' Nurhadi tidak sampai agenda tuntas sebagaimana perlakuan terhadap tersangka lain.

Saat itu Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan bahwa Nurhadi dan Rezky harus menjalani pemeriksaan lanjutan. Namun pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, kedua tersangka langsung menuju mobil tahanan untuk diantar ke rumah tahanan.

"Pertanyaan lanjutnya ada hubungan apa Nurul Ghufron dengan Nurhadi?," kata Kurnia.

CNNIndonesia.com sudah melayangkan pesan kepada Ghufron untuk mengonfirmasi hal ini. Namun, ia belum menjawab hingga berita ditulis.

Ketujuh, kebijakan mempertontonkan tersangka dalam konferensi pers. Kurnia berpendapat kebijakan tersebut melanggar asas presumption of innocence atau praduga tak bersalah. Persoalan ini termasuk ke dalam poin ketujuh.

KPK umumkan dua tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.Gaya baru KPK saat mengumumkan penetapan tersangka, yakni memajang tersangka yang menghadap ke belakang yang disebut meniru gaya Polri. (Foto: Dok. KPK)

Terkait hal ini, Firli menyatakan bahwa kebijakan itu untuk mengubah perilaku para tersangka yang acap kali 'dadah-dadah' ketika berjalan di pelataran Gedung Merah Putih.

"Tetapi yang pasti kita tidak mempertontonkan orang, Pak, karena pada prinsipnya pada press release kemarin itu pun mereka membelakangi, tidak ditampilkan mukanya. Kita juga tidak ingin tersangka ada yang dadah-dadah, enggak ada. Ya, dulu kan ada, disuruh dadah-dadah, nah kita enggak," kata Firli dalam RDP dengan Komisi III DPR.

Kedelapan, tertutupnya proses seleksi jabatan internal. Kesembilan, tafsir keliru In Absentia ketika ingin mengadili Harun Masiku tanpa kehadiran tersangka.

Kesepuluh, absen dalam merespons isu pemerintah terkait dugaan konflik kepentingan staf khusus Presiden, Andi Taufan Garuda, melayangkan surat kepada seluruh camat di Indonesia agar membantu perusahaannya dalam menangani Covid-19.

Ke-11, transisi status pegawai yang jalan di tempat. Ke-12, mengenai Dewan Pengawas KPK yang tidak menyampaikan informasi secara gamblang, misal terkait 18 isu/permasalahan di bidang penindakan.

"Atas dasar itu, direkomendasikan salah satunya agar KPK segera menyelesaikan Rencana Strategis KPK 2019-2023 secara inklusif dan partisipatif," tandasnya.

Merespons penilaian buruk dari ICW dkk. ini, KPK memaparkan kinerja pihaknya selama kepemimpinan Firli. Misalnya, menerbitkan 30 sprindik untuk 36 tersangka dan dua OTT.

(ryn/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER