Perlambatan ekonomi global dan nasional imbas COVID-19 tentu memberi tantangan pada ekosistem perbankan syariah di Indonesia. Kondisi ini pun mengharuskan mereka mencari inovasi baru agar bisa bertahan menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian ini.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat mengatakan di masa pandemi COVID-19 ini perbankan dituntut untuk selalu inovatif terutama dalam mengatasi risiko keuangan yang terjadi. Sebab, kondisi ekonomi dan stabilitas sistem keuangan kian cepat berubah di masa ini.
Apalagi, kata dia, pasca kebijakan stimulus dan relaksasi, tiap bank konvensional maupun syariah mengalami perubahan kualitas kredit sehingga mereka perlu melakukan penambahan biaya cadangan dalam layanan perbankan untuk memenuhi perubahan perilaku baru masyarakat.
"Oleh karena itu, saya ajak pegiat keuangan syariah untuk bersama sinergikan sektor riil dan sektor keuangan syariah dan sosial ekonomi islam. Pelaku perbankan syariah dapat berperan aktif jadi motor penggerak layanan keuangan," ujarnya dalam Webinar Maybank Shariah Thought Leaders Forum 2020, Kamis (2/7/2020).
Hal yang sama diungkapkan oleh Direktur Pelaksana, Konsultasi & Mitra DVA, Gateway Global LLP, Daud Vicary Abdullah. Menurutnya inovasi dan kolaborasi sektor riil dalam dunia digital menjadi kunci untuk menumbuhkan kembali industri perbankan syariah ini di masa pandemi.
"Nilai-nilai etis yang kuat. Jika strategi ritel, digital akan menjadi kunci. Harus ada mobilisasi aset dan modal yang efektif dan efisien untuk mendukung ekonomi yang berkelanjutan dan untuk kepentingan semua umat manusia," ungkapnya.
![]() |
Diketahui berdasarkan prediksi IMF, perekonomian global sendiri akan terkontraksi 3% yoy, sedangkan untuk Indonesa PDB diprediksi hanya akan tumbuh 0,5%. Sementara itu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakaan tekanan ekonomi Indonesia akan lebih besar apabila ada gelombang kedua COVID-19 bahkan bisa menyentuh double hit -3,9%.
Hal ini tentu menjadi perhatian para pegiat ekosistem syariah, sebab porsi pangsa pasar keaungan syariah sendiri di Indonesia berdasarkan data OJK hanya mencapai 9,03% dibanding konvensional yang memiliki kapital market 91,06%. Sehingga inklusi syariah harus kembali ditingkatkan terlebih di masa new normal ini.
"Potensi ekonomi Indonesia itu sangat luar biasa, di samping potensi sumber daya alam juga memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga di 2018 ranking kita di bidang syariah global islamic finance itu nomer 1. Jadi ini luar biasa, tapi semuanya masih belum optimal," terang Direktur Eksekutif, Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah Ventje Rahadjo.
Strategi Maybank Indonesia
Lantas bagaimana strategi bank syariah menghadapi realita tersebut? Menilik hal itu, PT Bank Maybank Indonesia Tbk tetap akan mengandalkan strategi Shariah First untuk mendorong pengembangan perbankan syariah ke depan. Hal ini juga sudah dilakukan sejak 2014 silam yang telah menyumbang pertumbuhan secara siginifikan bagi market share Maybank Syariah (unit usaha syariah Maybank).
Tercatat, pada kuartal I/2020, Maybank Syariah berkontribusi sebesar 22,1% dari total funding Maybank dan 22,4% dari total financing Maybank. Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria berharap kontribusi ini bisa terus meningkat dan perbankan syariah bisa tetap menjadi pilihan masyarakat luas seperti perbankan konvensional lainnya,.
"Dalam 5-6 tahun perkembangan yang pesat itu justru karena kami mulainya dengan segmen terkurasi. Artinya kami memilah mana yang bisa memberi kontribusi positif bagi ekosistem syariah ini, Jadi kami mulai pada 2014 degan Shariah First dengan pembiayaan besar itu terjadi di BUMN terkait pemberangkatan haji, menyiapkan pesawat, itu transaksi pertama dan terbesar yang pernah dilakukan," tuturnya.
"Sehingga ini jadi strategi sedikit berbeda dari bank lainnya. Sebab kalau kita mulai dari retail segmen akan makan waktu yang cukup lama dan belum seluas dari teman bank lainnya," jelas Taswin.
Menurut dia, upaya untuk mendorong pengembangan perbankan syariah itu juga sejalan dengan peta pengembangan pangsa pasar syariah dari 8% pada 2019 menuju 20% pada rentang 2023-2024. Untuk mencapai target tersebut, kata dia, harus banyak kolaborasi dengan berbagai pihak lainnya.
"Kami harap mampu berkontribusi positif dalam mencapai target tersebut di tengah ekonomi negara yang saat ini dihadapkan dengan tantangan COVID-19," tandasnya.
Sebagai informasi, strategi Sharia First Bank dengan implementasi Leverage Model ini memiliki akses pada sumber daya Maybank sehingga membuat kinerja unit tumbuh signifikan. Tercatat pada 2019, pertumbuhan total aset Unit Usaha Syariah PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) sebesar 8,1 persen menjadi Rp 32,6 triliun pada 2019.
Perbankan syariah ini memberi kontribusi 19,3% terhadap total aset konsolidasi bank. Jumlah ini meningkat menjadi 21,1% jika dihitung pada total aset bank saja. Adapun total simpanan nasabah UUS naik 9,4% menjadi Rp25,5 triliun dari Rp23,3 triliun.
Perseroan juga mencatat kualitas aset UUS terus membaik. Tahun lalu non performing financing (NPF) gross perusahaan ditekan menjadi 2,0% dari sebelumnya 2,8%. Sementara itu, perusahaan juga berhasil meningkatkan pendapatan operasional bruto sebesar 3,7% secara tahunan (yoy) menjadi Rp10,8 triliun. Sedangkan pendapatan operasional sebelum provisi naik 0,3% yoy menjadi Rp4,4 triliun.
"Ke depan, kami akan fokus pada peningkatan hubungan dengan nasabah untuk lebih memahami kebutuhan keuangan mereka, sehingga kami dapat memberikan solusi keuangan menyeluruh, serta memperluas pangsa pasar kami di segmen yang produktif," pungkasnya
Untuk mengulang atau mengikuti webinar ini kembali, bagi yang tidak sempat bisa klik di sini.
(adv/adv)