Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan tidak akan menghalangi berbagai demonstrasi penolakan masyarakat terhadap Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Sikap pemerintah, kata Mahfud juga juga telah tegas untuk menunda pembahasan RUU yang diusulkan oleh DPR itu.
"Jika mau demo tidak apa-apa, itu menunjukkan demokrasi tumbuh, kita tidak akan menghalangi demo," kata Mahfud melalui siaran pers dan cuplikan video yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud menjelaskan alasan pemerintah menolak hingga meminta agar pembahasan RUU HIP itu ditunda.
Dia berkata pemerintah pada prinsipnya satu suara dengan organisasi keagamaan dan masyarakat. Sikap pemerintah adalah tidak boleh ada peluang bagi upaya meminimalisir peran TAP MPRS nomor 25 tahun 1966tentang pelarangan ajaran komunisme.
"Aartinya bagi pemerintah Tap MPRS nomor 25 tahun 1966 itu adalah satu pedoman kalau kita mau membuat peraturan untuk itu. Kalau tidak ada itu (Tap MPRS nomor 25 tahun 1966) pemerintah menolak," katanya.
Mahfud kembali menyatakan tidak mempersoalkan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi mereka melalui demonstrasi RUU HIP. Hanya saja ia mengingatkan agar demo tidak berlangsung destruktif dan harus tetap memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
"Demo silahkan asal jangan destruktif dan ikuti protokol kesehatan," ujar Mahfud.
Ia pun meminta agar DPR mempertimbangkan kembali pembahasan RUU HIP. Menurut Mahfud para wakil rakyat mesti mendengarkan masukan dari berbagai lapisan masyarakat mengenai RUU yang membahas ideologi negara tersebut.
RUU HIP menjadi polemik di tengah masyarakat karena dianggap memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila.
Selain itu, RUU HIP tidak mencantumkan Tap MPRS XXV Tahun 1996 yang melarang ajaran komunisme dalam konsideran.
Pemerintah juga sudah meminta DPR menunda pembahasan RUU tersebut. Mahfud MD mengatakan pemerintah akan mengirimkan tanggapan secara resmi ke DPR terkait RUU HIP paling lambat 20 Juli.
"Tanggal 16 Juni kita sudah umumkan ke pemerintah, [bahwa] kita harus sampaikan ke DPR. Tapi kalau tenggat waktu [ialah] sampai 20 Juli pemerintah untuk menanggapi secara resmi," kata dia, dalam acara dialog di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Minggu (5/7).
(tst/wis)