Polisi Siksa Kuli, KontraS Desak Evaluasi Penempatan Penyidik

CNN Indonesia
Jumat, 10 Jul 2020 16:34 WIB
A police line is placed in the middle of the crime scene so that the evidence remains safe
Ilustrasi. Dugaan penyiksaan polisi di Deli Serdang terhadap seorang kuli untuk mengaku sebagai pembunuh mengundang kritik. (iStockphoto/Herwin Bahar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dugaan penyiksaan polisi di Deli Serdang, Sumatra Utara, terhadap seorang kuli bernama Sarpan untuk mengaku sebagai pembunuh mengundang kritik.

Belakangan, Sarpan ternyata bukan pembunuh, karena pelaku penghilangan nyawa yang sebenarnya telah diamankan secara terpisah.

Peneliti Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee mengatakan berdasarkan catatan pihaknya, praktik-praktik kekerasan dalam penyidikan yang dilakukan kepolisian sudah sering terjadi dengan pola serupa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, Rivan melihat perlu ada evaluasi keberadaan penyidik di tingkat kepolisian sektor (polsek). Menurutnya penyidikan di tingkat tersebut kerap bermasalah karena sejumlah faktor.

Beberapa di antaranya yakni semangat 'menghukum orang' yang tinggi. Itu, sambungnya, diikuti keinginan cepatnya penyelesaian perkara tanpa memahami persoalan secara komprehensif.

"Bisa saja kewenangan penyidikan di polsek ditiadakan, tapi harus ada audit dan evaluasi menyeluruh atas pengawasan antar satuan tingkatan (polsek-polres-polda)," kata Rivan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (10/7).

"Jangan-jangan, selama ini proses pengawasan tidak berjalan dengan maksimal," tambah dia lagi.

Dalam catatan KontraS setahun belakangan, praktik penyiksaan didominasi institusi kepolisian dengan 48 kasus. Sedangkan sisanya, 9 kasus dari TNI serta 5 kasus dari sipir yang bertugas di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

KontraS pun mengaku sempat mengirimkan surat keterbukaan informasi publik kepada Polri terkait hal tersebut (Nomor surat KIP 46/SK-KontraS/III/2020 tanggal 5 Maret 2020).

Hasilnya, tercatat kasus kekerasan yang dilakukan anggota Polri periode Agustus 2019-Februari 2020 sebanyak 38 kasus. Dari keseluruhan kasus itu, 23 kasus diproses disiplin dan 15 lainnya merupakan pelanggaran KEPP (Kode Etik Profesi Polri).

Sedangkan, jumlah kasus pelanggaran kode etik profesi Polri lainnya sebanyak 462 kasus.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengatakan evaluasi Polri terhadap para anggotanya, terutama penyidik, dapat dilakukan dengan rutin memberikan pelatihan tentang pengungkapan kasus.

Haris mengatakan, pendidikan kepolisian nonperwira di Indonesia cenderung 'dadakan' tanpa kapasitas yang mumpuni untuk menangani suatu kasus. Tak heran, sambungnya, peristiwa penyiksaan oleh polisi kerap terus terdengar.

"Harusnya ada pelatihan forensik, pengungkapan kasus itu, atau yang lain. Masalahnya pendidikan polisi itu misalnya 10 bulan di Secapa, keluar langsung jadi penyidik. Mestinya dia baru boleh menyidik kasus kalau ada grade sertifikasi pelatihan yang diikuti," tutur mantan Koordinator KontraS tersebut.

Menurut Haris, penyiksaan yang dilakukan kepolisian kerap kali menjadi upaya tawar-menawar (bargaining) untuk menekan orang yang diperiksa.

Di sisi lain, polisi juga tak jarang terburu-buru ingin menemukan pelaku.

"Kemalasan atau ketidakcerdasan polisi mengungkap suatu peristiwa ini yang membuat mereka buru-buru ingin menemukan pelaku," katanya.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, saat melakukan aksi diam di depan istana, Jakarta, Jumat, 19 Agustu 2016. Posko tersebut bertujuan memberikan akses kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai keterlibatan aparat (Polri, TNI, BNN, dsb) dalam kejahatan narkotika. Sejak diresmikan pada 4 Agustus 2016 Posko tersebut telah menerima total 45 pengaduan dengan 38 kasus narkotika berkaitan dengan keterlibatan aparat dan 13 kasus berada di kawasan DKI Jakarta. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.Haris Azhar (ketiga dari kiri) saat masih menjabat Koordinator KontraS di tengah aksi diam di seberang Istana Kepresidenan, Jakarta, 19 Agustus 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Untuk diketahui, Sarpan, diduga menjadi korban penganiayaan oleh aparat Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, usai menjadi saksi kasus pembunuhan. Ia menderita luka di sekujur tubuh dan wajahnya.

Sarpan dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan Dodi Sumanto. Padahal tersangka pelaku pembunuhan berinisial A, sudah diamankan.

Terkait kasus penyiksaan di wilayah Deli Serdang, Sumatera Utara ini, Mabes Polri belum buka suara. Saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono enggan berkomentar banyak. Dia berdalih sedang melakukan kunjungan kerja sehingga belum dapat buka suara.

"Ke karopenmas saya sedang kunker ke Madiun sama Kapolri dan Panglima," kata Argo.

Menindaklanjuti hal itu, CNNIndonesia.com masih mencoba menghubungi Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono namun belum mendapat respons hingga berita ini ditulis.

(mjo, psp/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER