PDIP Kenang Kudatuli: Benih Reformasi 98 dan Politik Megawati

CNN Indonesia
Senin, 27 Jul 2020 13:21 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Megawati Soekarnoputri telah mengajarkan politik rekonsiliasi saat melawan rezim Orde Baru terkait peristiwa Kudatuli.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. (Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristianto mengenang peristiwa 27 Juli atau lebih dikenal Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) pada 1996 silam. Hasto menyebut Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri telah mengajarkan betapa pentingnya politik rekonsiliasi dan berdamai dengan masa lalu.

Peristiwa Kudatuli, kata Hasto kemudian menjadi benih perjalanan reformasi 1998 ketika kekuatan rakyat berhasil menjatuhkan Presiden Soeharto setelah berkuasa 32 tahun.

"Di balik jatuhnya Pak Harto, Ibu Megawati telah mengajarkan politik rekonsiliasi, berdamai dengan masa lalu dan melihat masa depan. Di situlah hadir kekuatan moral seorang pemimpin," kata Hasto dalam meterangan resminya, Senin (27/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Hasto memandang peristiwa Kudatuli tidak hanya menyerang simbol kedaulatan partai politik yang sah, namun juga telah membunuh demokrasi.

Hasto memandang karakter utama pemerintahan Orde Baru adalah dengan menempuh jalan kekuasaan untuk membungkam rakyatnya sendiri. "Kekuasaan dihadirkan dalam watak otoriter penuh tindakan anarki," kata Hasto.

Meski kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat kala itu luluh lantak atas peristiwa Kudatuli, Hasto menyatakan Megawati tetap menempuh jalur hukum dengan melakukan gugatan di 267 kabupaten/kota. Hasto menilai kekuatan dan pengaruh Orde Baru untuk mengendalikan seluruh aparat penegak hukum masih kental mengiringi gugatan Megawati kala itu.

"Kekuatan moral itu mendapatkan momentumnya ketika seorang hakim di Riau yang bernama Tobing, mengabulkan gugatan Ibu Megawati. Di sinilah hati nurani mengalahkan tirani," kata Hasto

Meski diperlakukan sedemikian rupa oleh rezim Orde Baru, Hasto menyatakan Megawati justru mengimbau kepada kader PDIP agar berhenti menghujat Soeharto.

Padahal, kata Hasto, masyarakat mengetahui bagaimana praktek de-Sukarnoisasi yang dilakukan rezim Orde Baru yang menempatkan ayah Megawati sekaligus Presiden pertama RI, Sukarno dalam sisi sejarah yang gelap.

Tak hanya itu, Hasto juga menyatakan keluarga Bung Karno turut mendapatkan berbagai bentuk tekanan dan diskriminasi politik.

"Saya tidak ingin sejarah terulang, seorang presiden begitu dipuja berkuasa, dan dihujat ketika tidak berkuasa. Rakyat telah mencatat apa yang dialami oleh keluarga Bung Karno," ujarnya.

"Karena itulah, mengapa Bung Karno selalu berada di hati dan pikiran rakyat. Kita tidak boleh dendam lalu hanya melihat masa lalu, dan melupakan masa depan," kata Hasto menirukan Megawati.

Hasto menyatakan momentum peringatan peristiwa 27 Juli di Kantor DPP PDIP pada hari ini akan dilakukan dengan tabur bunga, doa, dan menggelar webinar.

Diketahui, pada tanggal 27 Juli 1996 meletus peristiwa Kudatuli. Secara singkat, peristiwa itu bermula dari dualisme di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Ketua Umum PDI hasil kongres Medan, Soerjadi, disebut menyerbu dan menguasai Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat.

Saat itu, kantor diduduki oleh PDI dengan Ketua Umum hasil Kongres Surabaya, Megawati Soekarnoputri. Komnas HAM mencatat ada lima orang yang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang hilang dalam peristiwa itu. Keterlibatan sejumlah perwira militer disebut-sebut dalam kasus itu.

(rzr/osc)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER