Kejagung Buka Suara soal Penangkapan dan Penahanan Djoktjan

CNN Indonesia
Senin, 03 Agu 2020 19:34 WIB
Kejaksaan Agung merespons pendapat yang menyebut penangkapan Djoko Tjandra tidak sah oleh kepolisian, serta menjelaskan prosedur penahanan buronan itu.
Kejaksaan Agung merespons pendapat yang menyebut penangkapan Djoko Tjandra tidak sah oleh kepolisian, serta menjelaskan prosedur penahanan buronan itu. (Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung menyatakan penangkapan Djoko Tjandra tak bisa hanya dilakukan oleh kejaksaan saja. Hal itu disampaikan merespons pendapat yang menyebut penangkapan Djoko tidak sah dilakukan oleh kepolisian.

"(Secara prosedural) Semua aparat penegak hukum bisa. Kita saling membnatu. Kita kan juga sering kita lakukan penangkapan dibantu kawan-kawan juga. KPK juga sering," kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung (Kapuspen Kejagung) Hari Setiyono kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/3).

Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai bahwa penangkapan Djoko Tjandra harusnya dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Pendapat itu mengacu dari status Joko sebagai terpidana korupsi Bank Bali. Namun Djoko kabur ke luar negeri dan ditetapkan sebagai buron.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kejaksaan bertugas melaksanakan eksekusi hukuman 2 tahun," jelas dia.

Djoko Tjandra ditangkap pada Kamis (30/7) lalu di Malaysia oleh polisi Diraja Malaysia. Setelahnya dia langsung diterbangkan ke Indonesia dan diserahkan ke Kejaksaan.

Dalam keterangan terpisah melalui pernyataan tertulisnya, Hari menjelaskan bahwa tugas Kejaksaan dalam kasus Djoko Tjandra sedianya sudah selesai sejak eksekusi penahanan dilakukan.

Hal ini dibuktikan dengan eksekusi Djoko dalam Berita Acara Pelaksanaan (BAP) Putusan Pengadilan.

"Di dalamnya yang ditanda tangan oleh Terpidana Joko Soegiarto Tjandra, Jaksa Eksekutor dan Kepala Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat maka tugas Jaksa telah selesai," kata Hari dalam keterangannya.

"Sedangkan untuk penempatan terpidana menjalani pidananya adalah menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia," lanjut dia.

Secara rinci Hari menjelaskan dalam bahwa dalam sebuah kasus hendaklah pengadilan yang memerintahkan penahanan. Penahanan di luar perintah pengadilan bukan wewenang Kejaksaan.

"Pengadilan juga tidak akan memerintahkan agar terdakwa untuk segera ditahan (apabila sebelumnya ia tidak ditahan), yang mana jika pengadilan memerintahkan agar terdakwa segera ditahan maka putusan justru akan menjadi tidak masuk akal," ujar Hari.

Hari menuturkan, ada beberapa kondisi yang memungkinkan Pengadilan tidak memerintahkan agar Terdakwa segera ditahan. Salah satunya jika pengadilan tidak mau memerintahkan hal tersebut, perintah penahanan tersebut adalah diskresi pengadilan. Perintah penahanan juga, ujar Hari, dibatasi secara limitative dalam pasal 26, 27 dan 28 KUHAP sesuai tingkatannya.

"Di mana penahanan dapat dilakukan terhadap putusan yang masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap dari mulai Putusan tingkat pertama, putusan banding dan putusan kasasi. Sedangkan dalam upaya hukum peninjauan kembali tidak ada aturan yang dapat digunakan untuk melakukan penahanan, karena perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap," beber dia.

Dengan penjelasan di atas, kata Hari, Jaksa sedianya melakukan eksekusi hukuman badan untuk menjalankan putusan hakim PK dan bukan melakukan penahanan. Hakim PK tidak akan memberikan penetapan mengenai status terdakwa seperti dalam pasal 197 ayat (2) huruf k KUHAP.

"Karena memang tidak terdapat kewenangan hakim PK untuk melakukan penahanan, apabila disebutkan maka justru merupakan hal yang melawan hukum," jelas Hari.

Djoko kini resmi menjalani masa penahanan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri untuk sementara waktu. Penangkapan Djoko Tjandra itu pun mengakhiri upaya pelariannya selama 11 tahun setelah berhasil kabur dari jerat hukum pada 2009.

Dia sempat divonis bebas karena perbuatannya dalam kasus Bank Bali bukan tindak pidana melainkan perdata pada 2000 silam. Delapan tahun setelahnya, Kejaksaan Agung mengajukan PK atas putusan bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).

MA lantas mengabulkan PK tersebut. MA menyatakan Djoko bersalah dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara. Selain itu, uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp546,1 miliar dirampas untuk negara.

Tetapi, sehari sebelum vonis tersebut, Djoko Tjandra melarikan diri. Sejumlah pihak menduga Djoko Tjandra bersembunyi di Papua Nugini. Ia lantas masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

(ctr/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER