Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengecam keras tindakan kekerasan sekelompok orang yang mengatasnamakan agama terhadap kegiatan midodareni yang digelar oleh keluarga almarhum Assegaf bin Jufri di Solo.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyatakan telah berkoordinasi dengan Kapolresta Surakarta dan meminta aparat kepolisian bersikap tegas dalam penegakan hukum atas kejadian itu.
"Komnas HAM RI mendorong pihak kepolisian untuk mengungkap tuntas kejadian itu, menangkap seluruh pelaku lapangan dan memproses hukum aktor-aktor penggerak penyerangan," kata Beka dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya mendorong dan meminta, Beka memastikan pihaknya akan terus melakukan pemantauan terhadap kasus yang telah menyebabkan tiga orang anggota keluarga korban luka berat.
Beka juga mengakui, lazimnya orang mungkin akan berpikir bahwa kejadian tersebut bukan sesuatu yang kerap terjadi. Namun kenyataannya, sikap intoleransi disertai kekerasan yang mengatasnamakan agama bukan pertama kali terjadi.
"Komnas HAM RI meminta kepada pihak kepolisian melakukan tindakan tegas berupa penegakan hukum, serta menjamin kekerasan serupa tidak terjadi di masa mendatang," jelasnya.
Beka juga mengatakan saat ini pihaknya juga secara langsung meminta agar Presiden Joko Widodo atau kerap dipanggil Jokowi untuk mengambil langkah tegas sebagai upaya memastikan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara khususnya kebebasan beragama, berkeyakinan dan berekspresi serta hak atas rasa aman warga negara.
Kasus intoleransi yang berujung pada dugaan kekerasan baru-baru ini terjadi saat sekelompok orang melakukan penyerangan terhadap keluarga Assegaf.
Tindakan tersebut terjadi pada tanggal 8 Agustus 2020 di kediaman almarhum Assegaf bin Jufri yang terletak di Kp. Metrodanan Jl. Cempaka No. 81 RT 01 RW 01 Kel/Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
Penyerangan berawal saat keluarga Assegaf sedang mengadakan acara adat Midodareni. Kemudian, tiba-tiba datang sekelompok massa mempertanyakan kegiatan di dalam rumah sambil berteriak-teriak.
Kelompok tersebut mencurigai bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan aliran keagamaan Syiah. Dalam situasi tersebut, Polresta Surakarta berupaya bernegosiasi, namun tidak menemukan titik tengah.
Peristiwa tersebut berujung pada pemukulan dan pelemparan batu yang mengakibatkan beberapa anggota keluarga Assegaf mengalami luka-luka.
Sementara, Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengatakan mestinya aparat penegak hukum bisa bertindak lebih tegas terhadap sekelompok orang yang kerap kali bertindak main hakim sendiri lantaran ada pihak atau golongan tertentu yang dianggap berbeda keyakinan.
Perilaku ini merupakan sikap perampasan dalam hak kebebasan beragama yang bahkan telah diatur dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar.
"Penegakan hukum (harus) menjadi tegas lagi," kata Hariyono saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar Refleksi 75 Tahun Peradaban Indonesia, Selasa (11/8).
Dia mengatakan, sikap tegas para penegak hukum ini tentunya bisa meminimalisir perilaku kelompok tertentu di masyarakat yang sering kali memaksakan kehendaknya atau merasa keyakinan yang dianut lebih tinggi dari keyakinan orang lain sehingga bisa dengan mudah memaksakan keinginannya agar pihak lain menuruti kemauan mereka.
Saat ini sikap main hakim sendiri dengan berlandaskan perbedaan keyakinan, agama atau kepercayaan yang dianut memang banyak terjadi di Indonesia.
Menurut Hariyono, penegakan hukum yang menangani persoalan ini selain tegas juga mesti bertindak secara proporsional agar dapat memberikan perlindungan terhadap kebebasan beragama.
"Supaya masyarakat tidak main hakim sendiri, penegak hukum harus bertindak tegas dan proporsional sesuai dengan aturan yang berlaku," kata dia.