Enam orang mantan narapidana kasus terorisme (napiter) dari berbagai daerah turut merayakan Hari Ulang Tahun ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka mengenakan baju batik saat mengikuti upacara pengibaran bendera yang digelar di halaman Balai Kota Solo, Senin (17/8).
Keenamnya pernah ditahan karena terlibat sejumlah aksi terorisme di Indonesia. Salah satu eks napiter, Paimin mengaku sudah insaf sejak menjalani masa tahanan di Lapas Kelas II A Magelang pada 2012 silam.
"Makanya sejak keluar dari tahanan itu saya sudah berkali-kali ikut upacara. Tidak cuma hari kemerdekaan saja. HUT TNI, Hari Bhayangkara, dan kegiatan-kegiatan lainnya saya sering ikut juga," kata Paimin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria asal Sragen itu ditahan 30 bulan karena berencana meracuni polisi di Mapolda Metro Jaya pada 2011 bersama delapan rekannya. Paimin dan jaringannya diringkus Densus 88 sebelum sempat melancarkan aksinya.
Paimin kini menjalankan usaha peternakan ikan air tawar dari hulu sampai hilir. Dari pembibitan sampai penjualan ikan siap konsumsi. Ia bahkan berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi warga di lingkungannya.
"Saya sudah tidak akan ikut-ikutan lagi. Saya mikir anak istri, sama bagaimana bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekitar saya," katanya.
Selain Paimin, upacara juga diikuti sejumlah eks-napiter lainnya. Di antaranya Ari Budi Santoso alias Abbaz alias Erwan alias Mustofa bin Suparno asal Klaten, Priyatmo asal Karanganyar, Chamidi alias Midi, dan Bayu Setyono Bin Mulyono. Dua nama terakhir merupakan warga Kota Solo.
Partisipasi mereka di upacara pengibaran bendera difasilitasi oleh Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai bagian dari program deradikalisasi. Kegiatan itu sekaligus menjadi konter-narasi kelompok-kelompok radikal. Deputi Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto mengatakan kehadiran mereka dalam upacara pengibaran bendera merupakan simbol kembalinya mereka ke pangkuan NKRI.
"Penanganan radikalisme harus dapat dilaksanakan dari hulu hingga hilir dan melibatkan semua pihak. Selain Pemerintah, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menerima kembali para eks napiter," katanya usai upacara.
Program deradikalisasi ini menjadi salah satu prioritas BIN karena dianggap memiliki peran strategis dalam pencegahan terorisme. BIN perlu memastikan proses rehabilitasi eks-napiter berjalan dengan baik. Pasalnya, eks napiter yang tidak diterima masyarakat berpotensi kembali bergabung ke jaringan lama.
Keberhasilan rehabilitasi mantan tahanan teroris memiliki arti penting bagi keamanan nasional. Selain itu, rehabilitasi eks-napiter merupakan upaya internasional," katanya.
![]() |
Terpisah, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo berharap pemerintah memberi perhatian lebih bagi eks-napiter. Khususnya mereka yang tinggal di Solo dan sekitarnya. Saat ini sebagian eks-napiter di wilayah Solo dan kabupaten sekitar sudah tergabung dalam Yayasan Gema Salam. Yayasan tersebut bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi bagi eks-napiter.
"Dan teman-teman Gema Salam ini tidak memandang agama. Saya yang Katolik saja diminta jadi Pembina. Artinya mereka sudah tidak membeda-bedakan suku agama, ras dan golongan," katanya.
Eks-napiter yang tergabung dalam yayasan ini umumnya sudah berniat menjalankan usaha secara mandiri. Namun, Rudy tak memungkiri ada kendala permodalan dan pemasaran yang mereka hadapi.
"Ada yang punya warung makan, peternakan, sampai ada yang bikin krupuk ikan juga. Nah, seperti ini kalau tidak kita tindak lanjuti tidak akan ada manfaatnya," kata Rudy.
Pemkot Solo sendiri sudah memfasilitasi semua eks-napiter di wilayahnya. Tak hanya bantuan iuran BPJS dan pembebasan biaya pendidikan, beberapa eks-napiter mendapat bantuan renovasi rumah secara cuma-cuma dari Pemkot.
"Tapi kalau sudah di luar wilayah saya kan saya tidak bisa membantu. Makanya ini perlu peran aktif dari Pemerintah Provinsi sampai Pusat," katanya.
(syd/pmg)