Setara Institute menilai rencana pendidikan berbasis pendekatan militeristik dan ketahanan negara menunjukkan pemerintah yang gagal paham akan kebutuhan serta prioritas dunia pendidikan.
Sebelumnya Kementerian Pertahanan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewacanakan bakal membawa pendidikan militer ke kampus, melalui program bela negara.
Alih-alih menjawab permasalahan, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute Ikhsan Yosarie menyebut rencana kebijakan itu justru bertentangan dengan napas 'Kampus Merdeka' yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan sejumlah persoalan beberapa waktu ke belakang yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap kebebasan akademik kampus, alih-alih menjamin kebebasan mimbar akademik kampus, Kemendikbud malah mengafirmasi militerisasi sektor pendidikan," ujar Ikhsan, Minggu (23/8).
"Hal ini juga bertentangan dengan nafas Kampus Merdeka yang digagas Nadiem," sambung dia lagi.
Sejak menjabat Mendikbud, Nadiem mengeluarkan dua kebijakan yakni Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar. Kebijakan pada Kampus Merdeka di antaranya membebaskan perguruan tinggi berakreditasi A dan B mendirikan prodi.
![]() Infografis Kebijakan 'Kampus Merdeka' ala Menteri Nadiem |
Ikhsan pun turut mempertanyakan bentuk bela negara di dunia kampus yang cenderung bersifat militeristik. Padahal mengutip ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN), salah satu keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara dapat dilakukan dengan pengabdian sesuai dengan profesi.
"Hal ini tentu tidak relevan karena seharusnya yang dicanangkan adalah pengabdian sesuai dengan profesi," ucap Ikhsan.
Ia melanjutkan, kerja sama tersebut berpotensi memperluas peran militer dalam ranah sipil sebab yang akan menjadi instruktur dalam pelatihan militer di kampus adalah TNI aktif. Ikhsan khawatir, hal tersebut bakal menimbulkan efek domino.
"Upaya-upaya untuk melibatkan TNI untuk tugas-tugas di luar tupoksi utamanya tentu memiliki aturan main yang harus ditaati," kata dia.
"Namun, pada Pasal 7 ayat (2) UU TNI, dari 14 item yang termasuk dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), tidak ada satu pun poin yang menyebut sektor pendidikan atau pun sekadar berkaitan dengan sektor pendidikan menjadi bagian dari OMSP," tandas Ikhsan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan mahasiswa yang mengikuti pendidikan militer di perguruan tinggi dapat menjadi perwira cadangan.
Dia mengatakan program bela negara di lingkungan kampus sekaligus untuk mengakomodasi hak Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi komponen cadangan dalam pertahanan negara. Hal ini menurut Nizam, merujuk pada UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN).
Sementara Wakil Menteri Pertahanan Wahyu Sakti Trenggono memastikan, program bela negara yang bakal diterapkan di kampus bukan berupa pendidikan militer.
"Saya mau koreksi dikit ya, itu bukan pendidikan militer. Itu bela negara. Bela negara dan militer. Kalau militer itu kan kesannya militerisasi. Tapi kalau bela negara kan berbeda itu," terang Trenggono dalam sebuah wawancara yang disiarkan melalui platform radio, Rabu (19/8).
(ryn/nma)