DPR RI mengklaim telah menyepakati setidaknya empat poin dengan buruh terkait Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Kesepakatan itu tercapai setelah Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan dua pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya dan Supratman Andi Agtas menemui massa demonstran gabungan serikat buruh yang menolak RUU Ciptaker di depan Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (25/8).
Berdasarkan paparan Willy, poin-poin kesepakatan yang dicapai sebenarnya sama persis dengan poin kesepakatan antara DPR dan perwakilan serikat pekerja yang tergabung dalam Tim Perumus Klaster Ketenagakerjaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada Jumat (21/8) lalu.
Poin pertama materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker yang sudah diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa diganggu gugat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Upah, Pesangon, Hubungan Kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Jaminan Sosial, dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK, harus didasarkan pada putusan MK," kata Willy kepada CNNIndonesia.com.
Kesepakatan kedua adalah soal sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker akan dikembalikan sesuai ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kesepakatan ketiga berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri 4.0. Nantinya, hubungan itu pengaturannya dapat dimasukkan di dalam RUU Ciptaker dan terbuka terhadap masukan publik.
"Dan (poin) terakhir akan memasukkan pokok-pokok pikiran dari serikat buruh ke dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) tiap fraksi," kata Willy.
Selain itu, lanjut Willy, DPR akan memperjuangkan asipirasi buruh untuk mempersingkat masa sengketa perburuhan yang prosesnya sering kali berlarut-larut.
"Iya itu salah satu pokok pikiran yang akan kita masukkan ke dalam DIM," ujar Willy.
Diketahui serikat buruh dan pekerja sempat menyatakan satu suara menolak RUU Ciptaker. Bahkan, pada 20 Juli 2020 lalu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan keluar dari tim teknis pembahasan Klaster Ketenagakerjaan yang dibentuk oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Namun pada 12 Agustus 2020, KSPI mengubah sikap dengan ikut bergabung lagi dalam pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker, kali ini bersama DPR.
Sejumlah pasal yang menjadi poin keberatan serikat buruh dan pekerja adalah terkait pengaturan upah minimum. Dalam RUU Omnibus Law Ciptaker pemerintah hanya memberlakukan Upah Minimum Provinsi (UMP). Itu berarti, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) akan dihapuskan.
Selain itu, buruh dan pekerja juga keberatan pada pasal yang menghapus batasan kerja kontrak dan outsourcing pada sektor tertentu alias sistem tersebut boleh berlaku pada semua lini bisnis. Sebelumnya, pemerintah melarang sistem kerja kontrak dan outsourcing pada sektor yang sifatnya tetap atau memiliki keberlanjutan.
(osc)