Aksi penyerangan Markas Polsek Ciracas yang melibatkan sejumlah anggota TNI dinilai menunjukkan rapuhnya hubungan prajurit TNI dan Polri pada level akar rumput.
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai relasi pasukan TNI-Polri di level bawah ibarat bara dalam sekam. Bentrokan antara dua kelompok aparat tersebut bisa terjadi kapan saja tanpa diketahui kapan meledaknya.
"Yang terjadi di bawah itu kan sebenarnya cerminan bahwa secara kelembagaan hubungan prajurit TNI-Polri [di akar rumput] memang rapuh. Cuma aksi foto, jargon, pidato soal jargon kekompakkan TNI-Polri, mana bisa diharapkan dapat menuntaskan masalah," kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Senin (31/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahmi menilai bentrokan antara prajurit TNI dan Polri merupakan penyakit 'kambuhan' yang terus berulang. Bahkan, penyakit tersebut dinilainya tak pernah ditemukan formula 'obat' yang manjur dan ampuh sebagai alternatif penyelesaian.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pernah mencatat bentrokan antara TNI dan Polri sempat terjadi 8 kali dalam kurun 2013-2014.
"Dan kasus seperti itu selalu disimpulkan sebagai kesalahpahaman. Lantas kesalahpahaman macam apa yang kemudian diselesaikan dengan cara barbar begitu? Itu seperti menyederhanakan masalah. Seolah sepele," kata Fahmi.
![]() |
Fahmi menyoroti beberapa faktor konflik antara prajurit TNI dan Polri kerap kali meletus di tengah-tengah masyarakat. Pertama, konflik tersebut menunjukkan TNI dan polisi menempatkan "jiwa korsa" tak sesuai dengan fungsinya.
Hal itu yang lantas menyebabkan terjadi ego sektoral dan merasa lebih 'superior' antara TNI dan Polri. Sehingga mengakibatkan rendahnya penghormatan dan hadirnya ketidaksukaan pada pihak lain.
"Mereka masing-masing sejak awal dicetak bermental juara. Kesalahan dan kekalahan adalah hal yang memalukan," kata Fahmi.
Selain itu, Fahmi menyatakan ada tantangan tersendiri menyangkut persepsi publik mengenai masih buruknya penegakan hukum oleh Polri. Persepsi buruk itu, kata dia, menjadi semacam pemantik ketika berhadapan dengan ego sektoral, superioritas dan jiwa korsa eksesif yang dimiliki prajurit TNI.
"Kalaupun tidak bisa disembuhkan, setidaknya ada komitmen bersama untuk membenahi internal masing-masing, karena pemicunya ada di dalam rumah. Seperti egosektoral, superioritas, kebanggaan dan jiwa korsa yang dipompa berlebihan," kata Fahmi.
Fahmi menyarankan TNI dan Polri melakukan pembenahan pada praktik-praktik kepemimpinan personelnya di lapangan. Terutama bagi para pimpinan/perwira di lapangan.
Prajurit akar rumput itu, kata dia, seharusnya paling awal untuk menerapkan kedisiplinan, kepatuhan dan kesadaran agar tidak melakukan tindakan yang memalukan dan merusak nama baik angkatan.
"Dan ini akan menjadi teladan bagi para personel di bawahnya," kata dia.
![]() |
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengamini relasi antara prajurit TNI dan Polri di level akar rumput memang sangat rapuh. Pamer kekompakan yang dijalin selama ini hanya bersifat formalitas dan hanya untuk di level pimpinan.
"Dan tidak menyentuh level anggota di bawah. Padahal yang berkonflik biasanya yang di level bawah. Relasi yang rapuh ini bisa jadi bara dalam sekam. Kapan saja bisa meledak," kata Hussein.
Hussein menyatakan rapuhnya hubungan tersebut karena tidak adanya akuntabilitas terkait pertanggungjawaban ketika terjadi konflik. Persoalan seringkali berakhir dengan damai dan penerapan hukuman disiplin tanpa menyasar pada pelanggaran pidananya.
Hal itu terjadi karena agenda reformasi Polri dan TNI telah mandeg. Pemerintah menurutnya harus segera melakukan revisi pada UU Peradilan militer. Anggota militer yang melakukan tindak pidana umum sepatutnya diadili pada peradilan umum. Hal ini untuk menjamin akuntabilitas dan mencegah praktik impunitas di tubuh TNI.
"Untuk jangka pendek mestinya pimpinan Polri dan TNI tegas menghukum anggotanya, termasuk ranah pidananya," kata dia.
![]() |
Anggota Komisi Pertahanan DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon meminta transisi reformasi yang memisahkan antara TNI dan Polri segera dituntaskan pascainsiden penyerangan Polsek Ciracas.
Effendi mengatakan seluruh pemangku kepentingan harus menuntaskan amanat reformasi yang telah dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri
Kata Effendi, insiden yang terjadi di Polsek Ciracas tidak bisa menutupi riak-riak antara hubungan TNI-Polri dipisahkan dari ABRI masih ada.
"Ini riak-riak yang masih ada di lingkung TNI dan Polri. saya ingatkan kita semua pemerintah, presiden, [dan] DPR bahwa secara historis dua institusi ini sejak Indonesia merdeka dalam wadah yang sama ABRI, kemudian reformasi kita amanatkan sesuai TAP MPR VI dan VII kita pilih fungsi keamanan pertahanan, fungsi keamanan juga ada kemanan negara serta keamanan dan ketertiban masyarakat," ucap Effendi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Dia menerangkan bahwa salah satu poin transisi yang belum tuntas tersebut ialah membuat Undang-undang Keamanan Nasional (UU Kamnas) atau UU Keamanan Negara (Kamneg). Menurutnya, rancangan regulasi yang pengesahannya telah tertunda sejak 2005 itu penting untuk mengatur secara jelas fungsi dari TNI dan Polri.
Effendi berkata, transisi reformasi pemisahan TNI-Polri tidak bisa hanya dilakukan lewat pembuatan regulasi untuk masing-masing institusi tersebut. Transisi reformasi pemisahan TNI-Polri, kata dia, juga tidak bisa hanya dilakukan dengan membuat regulasi tentang komponen cadangan (komcad) atau perbantuan TNI.
Menurutnya, regulasi-regulasi tersebut tidak berperan sebagai induk dari TAP MPR VI dan VII, seperti UU Kamnas atau UU Kamneg.
"Saya ingatkan semua agar UU Kamnas atau UU Kamneg dituntaskan, karena di situ diatur secara tegas fungsi-fungsinya," ucap Effendi.
![]() |
Kolega Effendi di Komisi I DPR, Dave Laksono meminta seluruh jajaran TNI-Polri mencontoh kekompakan dan kebersamaan yang ditunjukkan oleh Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.
"Hubungan TNI dan Polri kalau kita lihat di (tingkat) elitnya, baik Panglima TNI, KSAD maupun Pangdam itu semua baik, termasuk Panglima TNI dan Kapolri ke mana-mana selalu bersama," kata Dave.
Menurut Dave, momentum kebersamaan antara petinggi TNI dan Polri itu telah banyak diperlihatkan dalam berbagai kesempatan di hadapan publik.
Dia menyarankan para personel di masing-masing wilayah untuk meningkatkan hubungan kedua pihak melalui kegiatan patroli bersama atau kegiatan lainnya.
Dave menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antara TNI dan Polri sehingga peristiwa di Polsek Ciracas tidak terulang lagi karena mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat.
"Kasus perusakan Mapolsek Ciracas harus menjadi pelajaran bagi prajurit TNI dan anggota Polri. Panglima TNI dan Kapolri saja kompak dan selalu bersama. Masa (jajaran) yang di bawahnya tidak?" kata Dave.
(mts/rzr/gil)