Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memaparkan tiga situasi yang membuat dinamika politik dan demokrasi sebuah negara disebut mengalami kemunduran.
Tiga situasi itu kata Mahfud juga pernah diungkapkan oleh salah satu penulis yang pernah dia baca. Pertama, menguatnya sentimen moralitas dalam dinamika pertarungan elite oligarki dan kaum konservatif.
Kedua, menguatnya kecenderungan negara berbau idiom, hipernasionalistis yang membenarkan pelanggaran kebebasan sipil. Ketiga, melemahnya pengorganisasian gerakan sipil atau gerakan sosial di Indonesia.
"Nah, saya melihat ya itulah demokrasi kita dalam perkembangannya sekarang ini," kata Mahfud yang secara tidak langsung menyebut demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, Jumat (4/9).
Dalam kesempatan itu Mahfud mengingatkan tugas masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama adalah bagaimana membawa negara dalam demokrasi yang tetap tumbuh.
Sebab kata dia demokrasi merupakan komitmen yang didasarkan pada keyakinan para pendiri negara yang mempercayai bahwa azas dan sistem pemerintahan, azas dan sistem bernegara yang terbaik adalah demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bukan sesuatu yang dirumuskan begitu saja tapi melalui perdebatan penting bahkan sampai voting di kalangan para pendiri negara," kata dia.
Mahfud juga mengingatkan soal pentingnya keseimbangan kedaulatan hukum yang mesti ada dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi kata Mahfud jika tak ingin kacau mesti diimbangi dengan kedaulatan hukum.
"Saya sebagai orang yang bergerak di bidang hukum itu kembali ke teori saja bahwa demokrasi jika tak mau kacau harus diimbangi dengan nomokrasi. Demokrasi itu kedaulatan rakyat, nomokrasi Itu kedaulatan hukum, itu berjalan seiring," kata dia.
"Karena demokrasi tanpa kedaulatan hukum itu akibatnya dua. Satu bisa chaos, yang kedua bisa sewenang-wenang," jelasnya.
(tst/age)