Aktivis Veronica Koman menyoroti keterlibatan anggota TNI dan Polri di dalam Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk Pemerintah untuk menginvestigasi peristiwa penembakan di Intan Jaya, Papua. Menurut dia, TGPF tidak independen.
"Dengan membentuk tim yang isinya komponen TNI, Polri, BIN dan kalangan pemerintahan menunjukkan bahwa tim ini tidak independen," kata dia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).
Ia terutama mempersoalkan adanya anggota TNI di dalam TGPF. Menurut dia, dalam peristiwa di Intan Jaya, TNI adalah tertuduh pelaku sehingga tidak sepatutnya masuk dalam TGPF.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana caranya tertuduh pelaku menginvestigasi dirinya sendiri? Pola seperti ini terus berulang, dan menunjukkan bahwa negara ini memang tidak pernah serius mau menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua," kata perempuan yang aktif mengadvokasi isu Papua ini.
Dia mengatakan, jika memang pemerintah ingin serius dalam menyelesaikan pelanggaran HAM Papua, seharusnya menggunakan jalur yang sudah ada yaitu mekanisme Komisi Penyelidik Hak Asasi Manusia (KPP HAM).
Sebelumnya, Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD membentuk TGPF untuk menginvestigasi peristiwa yang menewaskan dua anggota TNI, satu warga sipil, dan satu pendeta di Intan Jaya, Papua.
Surat keputusan pembentukan ini tertuang dalam surat bernomor 83 Tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya.
"Kemudian kami bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF kasus Intan Jaya dengan nomor keputusan 83 tahun 2020," kata Mahfud saat menggelar konferensi pers secara daring, Jumat (2/10).
Jika dilihat, setidaknya ada 30 nama dalam susunan TGPF ini yang terdiri dari unsur pemerintah, polisi, dan tokoh masyarakat baik tokoh adat Papua maupun tokoh agama.
TGPF ini, terdiri dari dua komponen utama yakni Tim Pengarah yang terdiri dari 11 orang anggota dan Investigasi Lapangan terdiri dari 18 anggota. Dalam tim tersebut, Mahfud bertugas sebagai penanggung jawab.
(yoa/bmw)