Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Heru Novianto menegaskan pihaknya melarang aksi demonstrasi apapun digelar di depan Istana Negara, Jakarta.
Hal itu diputuskan menyusul aksi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di sekitar Istana Negara, Kamis (8/10) berakhir ricuh dan terjadi perusakan.
"Aksi akhir-akhir ini memang tidak diizinkan di depan Istana. Kami memang tetap memberikan wadah menyampaikan aspirasi tapi tak di depan Istana karena situasinya sedang berbeda mengingat kejadian kemarin," kata Heru kepada wartawan di sekitar Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru mengatakan aksi hanya akan diperbolehkan di sekitar wilayah Patung Kuda Arjuna Wiwaha atau di depan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Menurutnya, beberapa surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dari sejumlah aksi unjuk rasa telah diterima pihaknya. Termasuk rencana unjuk rasa oleh Front Pembela Islam (FPI) dan kawan-kawan besok.
Namun, kata Heru, aksi tersebut tak akan dapat digelar di depan Istana Negara. Kendaraan taktis (rantis) juga akan tetap disiagakan sampai situasi di Ibu Kota dapat dinyatakan aman sepenuhnya.
"Kalau aman dan tidak ada rusuh seperti kemarin, kami akan menormalkan kembali. Kami kekuatan full dari TNI/Polri," ucap Heru.
Sebagai informasi, demo penolakan Omnibus Law Cipta Kerja berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia sejak undang-undang itu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10) sore. Gelombang penolak mulai bergulir sejak 6 hingga puncaknya 8 Oktober.
Di Jakarta, aksi demonstrasi terpusat di sekitar Istana Negara. Massa berada di tiga titik, Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat; lampu merah simpang Harmoni; serta depan Markas Kostrad, Jalan Medan Merdeka Timur.
Massa aksi tak bisa menuju depan Istana karena diadang aparat kepolisian. Mereka tertahan di tiga titik tersebut. Massa yang kesal melempari batu, kayu, hingga petasan ke arah aparat. Sementara polisi membalas dengan gas air mata dan water cannon.
Aksi mahasiswa, pelajar, dan buruh itu pun berakhir dengan kericuhan dan perusakan serta pembakaran sejumlah fasilitas umum, seperti pos polisi, halte TransJakarta, hingga bekas gedung bioskop Senen.
Demonstrasi berujung kericuhan tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah lain. Misalnya di Medan, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makassar hingga Kendari.
(mjo/fra)