Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan istilah rekonsiliasi nasional kurang tepat diutarakan Imam Besar FPI, Rizieq Shihab kepada pemerintah.
"Jika upaya rekonsiliasi hanya sebatas untuk merangkul kubu Habib Rizieq Shihab (HRS), maka menggunakan istilah rekonsiliasi nasional sangat tidak tepat," kata Karyono melalui pesan singkat, Kamis (12/11).
Karyono mengatakan, jika hanya merangkul Rizieq atau siapa saja yang masuk dalam kubu oposisi, tak bisa dikatakan sebagai rekonsiliasi nasional. Rekonsiliasi harus dipandang sebagai kebutuhan kolektif bangsa. Sementara merangkul opisisi atau pihak yang berseberangan dengan pemerintah, tak melulu soal rekonsiliasi, melainkan kompromi politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin lebih tepat menggunakan istilah kompromi politik atau politik akomodatif," kata dia.
Bahkan kata dia, pemerintah dengan mudah bisa menunjuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD alih-alih turun tangan seperti saat akhir Pilpres untuk 'merangkul' Rizieq.
"Cukup menunjuk Mahfud MD atau siapapun yang dipandang bisa berperan sebagai utusan," katanya.
Istilah rekonsiliasi pernah mengemuka saat Pilpres 2019 lalu setelah pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dinyatakan keluar sebagai pemenang. Pasangan tersebut kemudian melakukan rekonsiliasi dengan lawan politiknya yang kerap memanas sepanjang Pilpres, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Akhirnya upaya rekonsiliasi ini membuat Partai Gerindra masuk dalam kubu pemerintah dengan Prabowo ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan.
Dalam konteks rekonsiliasi antara pemerintah dengan Rizieq, Karyono menilai tak tepat jika hal tersebut dikatakan sebagai rekonsiliasi nasional. Justru kata dia, upaya tersebut lebih tepat jika menggunakan istilah kompromi politik atau politik akomodatif.
Rizieq sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah. Rizieq juga mendesak dibukanya pintu dialog untuk membicarakan rencana rekonsiliasi tersebut.
"Mana mungkin rekonsiliasi bisa digelar kalau pintu dialog tidak dibuka. Buka dulu pintu dialognya, baru bisa rekonsiliasi. Tak ada rekonsiliasi tanpa dialog, dialog itu penting," kata Rizieq dikutip dari video di kanal YouTube FrontTV, Rabu (11/11).
(tst/ain)