Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) yang akan dibahas DPR menyeruak menjadi perbincangan publik. Pendapat pro dan kontra berseliweran.
RUU tersebut menjadi sorotan karena mengatur sanksi pidana bagi orang yang mengonsumsi minuman beralkohol. Ada pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta.
Sanksi pidana dan denda itu bisa ditambahkan bila peminum dinilai mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain. Selain kepada peminum, RUU Minol juga memiliki ancaman sanksi kepada orang yang memproduksi minol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu warga yang setuju terhadap rancangan regulasi itu adalah Duta. Pria berusia 37 tahun ini berpendapat konsumsi minuman alkohol perlu diatur karena membahayakan bagi kesehatan.
Selain faktor kesehatan, pedagang bensin eceran itu mendukung RUU Minol karena minuman alkohol dinilai bisa memicu tindakan kriminal.
"Enggak sehat. Teman saya ada yang meninggal karena oplosan (campuran), juga bisa meningkatkan kriminal kan," kata Duta kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/11).
![]() |
Dia menyatakan RUU ini perlu ada agar tidak ada orang yang mengonsumsi minuman beralkohol di sembarang tempat. Hal itu sesuai dengan Pasal 8 angka 2 RUU Minol.
Pasal 8 angka (2) Bab III tentang Larangan dijelaskan bahwa larangan mengonsumsi minuman beralkohol diberikan untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan di tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
"Jadi tempat diatur, misal boleh di diskotek atau kafe. Ibaratnya rumah, ada WC, untuk tempat yang kotor-kotor," kata Duta
Hal senada disampaikan Sugi (43), pedagang masker di kawasan Kalibata, Jakarta. Dia menegaskan bahwa minuman beralkohol sudah jelas dilarang dalam ajaran agama.
![]() |
Oleh karena itu, dia mendukung ada peraturan tegas tentang minuman beralkohol. Akan tetapi, dia tidak sepakat jika ada sanksi pidana bagi orang yang mengonsumsi.
"Kalau untuk efek jera, tapi apa harus hukuman kurungan, itu kan harusnya enggak. Termasuk ini juga bukan kriminal. Kurang masuk (pidana) soalnya bukan kriminal," ucap dia.
Mahasiswa yang berdomisili di Tangerang, Raihan di Lenteng Agung, Jakarta juga mendukung RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Dia menilai perlu ada regulasi tegas agar minuman beralkohol tidak mudah diperoleh oleh anak-anak di bawah umur.
"Anak kecil sekarang gampang banget dapetinnya (minuman alkohol)," kata Raihan.
![]() |
Dia juga sepakat mengenai larangan konsumsi minuman beralkohol di sembarang tempat. Menurut Raihan, hal itu perlu diatur dengan tegas.
"Orang Mabuk kalau sembarangan itu meresahkan," kata dia.
Sementara itu, pendapat kontra datang dari warga Tangerang, Sauta Rusadi. Dia menilai RUU Larangan Minuman Beralkohol masih setengah hati.
Jika aturan itu ditujukan untuk pelarangan minuman beralkohol, kata Sauta, seharusnya tidak ada tempat-tempat yang dikecualikan. Lebih baik dipukul rata alias minuman beralkohol tidak boleh diminum siapapun, kapanpun dan dimanapun.
"Kalau mau larang jangan setengah, kalau ada tempat pengecualian, nanti orang lomba-lomba bikin tempat minum. Bisa kayak coffee shop nanti, ada dimana mana," kata Sauta.
![]() |
Menurut Sauta, RUU tersebut juga tidak mengandung urgensi untuk dibahas oleh DPR saat ini. Dia mengatakan sudah ada banyak peraturan di level pemerintah daerah ihwal minuman beralkohol.
"Masih ada UU lain yang perlu untuk dibahas. Aturan sekarang udah cukup, kan sekarang juga untuk mendapatkan tidak gampang, di warung-warung enggak ada," kata dia.
Warga Batam, Kepulauan Riau, Alfin juga menganggap RUU Larangan Minuman Beralkohol masih setengah hati. Dia mempersoalkan ketika RUU tersebut masih memperbolehkan wisatawan asing mengonsumsi minuman beralkohol.
"Kalau mau diatur (konsumsi) wisatawan juga harus dilarang. Kalau dilihat, banyak kejadian wisatawan mabuk, terus merusak fasilitas, membuat keributan," ucap Alfin.