Warga kebanyakan tak lagi ingat soal sejarah Sumpah Pemuda serta maknanya bagi kemerdekaan RI meski ingat tanggal peringatannya, yakni 28 Oktober.
Hari Sumpah Pemuda sendiri ditetapkan untuk mengenang momen Kongres Pemuda II yang digelar 92 tahun silam di Batavia (Jakarta).
Kongres selama dua hari pada 27-28 Oktober 1928 tersebut kemudian melahirkan ikrar yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yani bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikrar ini dipandang sangat penting sebagai fondasi terbentuknya kesatuan Indonesia dan menjadi cikal bakal semangat nasionalisme kebangsaan di saat Indonesia masih dijajah Belanda.
Kini, 92 tahun usai peristiwa itu, sejumlah warga yang ditemui CNNIndonesia.com mengaku ingat peringatan Hari Sumpah Pemuda meski tak lagi tahu maknanya.
"Saya pernah dengar soal Sumpah Pemuda itu waktu sekolah, (setiap) tanggal 28 Oktober. Cuma udah enggak ingat itu sejarahnya gimana ya," kata Sarinah (38), warga Tangerang Selatan, Selasa (27/10).
![]() |
Dia juga mengatakan tidak ada kegiatan khusus yang dilakukannya untuk memaknai peringatan itu.
"Ya enggak ngapa-ngapain. Kalau 17 Agustus paling lomba kan, atau pasang bendera di rumah," ucap dia.
Senada, Rahmat Lubis (35), warga Tangerang Selatan lainnya, juga mengetahui peringatan 28 Oktober sejak duduk di bangku sekolah.
"Dengar dulu waktu sekolah, udah lama. Ada tiga [ikrar] itu kalau enggak salah, tapi enggak tahu apa aja, ingatnya cuma tiga," kata Rahmat.
Menurutnya, kondisi awam soal Sumpah Pemuda itu juga dialami banyak warga lain.
"Kayaknya banyak yang tahu juga sebatas tanggal peringatannya aja. Tapi kalau ditanya yang lain-lainnya, mereka enggak tahu," klaim dia.
![]() |
Hal itu diamini warga lainnya, M Khaeruddin (55), "Kalau mau nanya sejarah, makna, warga pasti lupa, yang tahu itu guru".
Meski tak tahu persis sejarah dan makna dibalik peringatan itu, ia berpendapat Sumpah Pemuda memiliki andil dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia.
"Kan tahunnya 1928, sebelum merdeka. Jadi pasti ada hubungannya sama Indonesia merdeka," kata dia.
Lihat juga:Tokoh Tionghoa di Pusaran Sumpah Pemuda |
Semangat Mahasiswa
Sementara itu, Fahri (25), warga Jakarta Selatan, mengetahui sejarah dibalik peringatan Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober.
"Waktu itu sebelum merdeka kan, pemuda-pemuda berkumpul lalu ada ikrar sumpah pemuda," kata Fahri.
92 tahun usai peristiwa itu, menurut dia, makna yang mengajarkan nilai-nilai persatuan dalam peristiwa itu masih diamalkan oleh para pemuda zaman sekarang.
![]() |
"Semangat persatuan masih ada. Contohnya mahasiswa-mahasiswa ada isu dikit demo. Semangat persatuan masih ada, berbagai kampus dan organisasi berkumpul," kata dia.
Baginya, ketidaktahuan warga atas Sumpah Pemuda terkait dengan kurangnya publikasi sejarah.
"Kurang populer karena dari pemerintah kurang publikasi, ini kan sejarah. Misal di kalender, kalau 17 agustus ada (keterangan) lebaran juga. Tapi kalau misal Hari Bumi, Hari Sumpah Pemuda kan enggak ada, jadi membuat kurang populer di warga," kata dia.
Juju Junaedi (64) menambahkan ketidaktahuan itu membuat peringatan Sumpah Pemuda semakin terlihat kehilangan makna dari tahun ke tahun.
"Kalau menurut saya semakin ke sini terlihat peringatan itu hanya sebatas peringatan aja, maknanya enggak lagi kuat. Warga juga banyak yang enggak tahu," kata Juju.
"Enggak boleh dilupakan sejarah itu. Harus selalu ingat, jangan dilupakan sejarah sebelum kita merdeka ini," cetusnya.
![]() |
Sebelumnya, sempat beredar pemaparan internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soal wacana menjadikan Sejarah bukan mata pelajaran wajib alias hanya menjadi mapel pilihan di kurikulum 2021.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim hanya membantah tidak menghapus mata pelajaran ini dari kurikulum, dan tak menegaskan soal status Sejarah sebagai mata pelajaran wajib atau bukan.
![]() |