RK Tanggapi Ancaman Tito Karnavian: Jabatan Ada Risikonya

CNN Indonesia
Jumat, 20 Nov 2020 23:28 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta peluang pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri Tito Karnavian harus berdasarkan adil.
Gubernur provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil saat tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 20 November 2020. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil turut berkomentar terkait potensi pemberian sanksi pemberhentian Kepala Daerah oleh Mendagri Tito Karnavian usai terjadi kerumunan massa di sejumlah wilayah dalam beberapa waktu terakhir.

Ridwan menegaskan pemerintah juga harus memperhatikan asas keadilan, terutama dalam pemberhentian kepala daerah.

"Semua jabatan ini ada risikonya. Tapi harus berdasarkan adil, karena biasanya pemberhentian kepala daerah itu kalau dia melakukan perbuatan tercela gitu kan," kata Emil, panggilan Ridwan, kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kalau dinamika datang dari pihak masyarakat, ya masa logikanya itu diperlakukan," tambahnya.

Dia mengatakan setiap urusan yang ada di Indonesia sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun demikian, Emil merasa setuju dengan penerbitan instruksi tersebut karena menurut dia jabatan bukan segalanya. Mantan Walikota Bandung ini pun mengutip ayat dalam Al Quran yakni Surat Ali Imran Ayat 26 soal kekuasaan.

"Allah berikan kekuasaan kepada kami dan Allah juga suatu hari mencabut kekuasaan itu. Jadi saya kira kita ikuti saja prosedurnya," tandasnya.

Sebagai informasi, Tito menerbitkan Instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).

Tito mengingatkan, kepala daerah wajib mematuhi aturan perundangan-undangan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan menyatakan kepala daerah yang melanggar ketentuan dalam regulasi tersebut bisa diberhentikan.

Dia menerangkan ancaman sanksi pemberhentian tersebut sesuai dengan aturan Pasal 78 UU Pemda. Dalam poin kelima dijelaskan bahwa sanksi bagi kepala daerah yang tidak mematuhi aturan perundang-undangan akan diberhentikan.

Pasal 78 UU Pemda berbunyi sebagai berikut:

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia
b. permintaan sendiri
c. diberhentikan

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a. berakhir masa jabatannya
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j
f. melakukan perbuatan tercela
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.

(mjo/fea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER