Sejumlah siswa di beberapa daerah menyambut baik rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali menggelar pembelajaran tatap muka di sekolah di masa pandemi Covid-19.
Meski ada kekhawatiran, mereka menilai pembelajaran tatap muka harus mulai dicoba, sebab akhir pandemi Covid-19 belum dapat dipastikan. Di sisi lain, siswa juga ingin pihak sekolah tegas mengawasi penerapan protokol kesehatan nantinya.
Abyan Haidar, siswa kelas XII SMA Muhammadiyah Cileungsi, Kabupaten Bogor mengaku setuju jika pemerintah mulai mengizinkan pembelajaran tatap muka di sekolah. Selama sembilan bulan terakhir pembelajaran jarak jauh (PJJ), Abyan mengaku lebih stres karena lebih banyak menerima tugas ketimbang materi pembelajaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berharap pihak sekolah nantinya dapat tegas melakukan pengawasan protokol kesehatan bagi siswa. Pasalnya, dia menyadari tidak mudah bagi siswa untuk menerapkan protokol kesehatan dalam pergaulan di lingkungan sekolah.
Kendati demikian, Abyan mengaku bukan tidak takut untuk mulai pembelajaran tatap muka di tengah lonjakan kasus Covid-19. Namun, ia mengaku telah lelah selama sembilan bulan melaksanakan pembelajaran jarak jauh atau daring.
"Pasti kalau ketemu bakal salam-salaman juga. Tapi itu sesuai peraturan sekolahnya sih. Lebih ditegesin aja. Kalau ketakutan kena covid, ya ada. Tapi ya, mau gimana lagi. Kalau daring capek juga sih. Udah stres di rumah juga," katanya.
Hal serupa juga diungkapkan Fajar Sidiq, siswa kelas XII salah satu sekolah swasta di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Fajar mengaku mendukung rencana pembelajaran tatap muka pada Januari 2021 mendatang.
Remaja asal Indramayu, Jabar itu mengaku kesusahan selama ini mengikuti pembelajaran secara daring. Fajar mengaku kesulitan memahami materi ketimbang pembelajaran tatap muka.
Berbeda dengan Abyan, Fajar justru tak takut untuk melakukan pembelajaran secara langsung di masa pandemi. Menurut dia, lingkungan pesantren tempat sekolahnya belajar telah menerapkan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Sebab, lingkungan tempat Fajar sekolah dijaga ketat dari interaksi masyarakat luar, kecuali siswa yang tinggal di pesantren.
"Enggak (takut). Ada di lingkungan pesantren. Tertutup lah. Internal aja," katanya.
![]() |
Sementara itu, salah satu siswa SMAN 6 Depok, Evan Clementine mengaku gamang terkait rencana untuk kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka. Dia mengaku khawatir pembukaan sekolah akan mengerek jumlah kasus Covid-19.
Namun di sisi lain, menurut dia, proses pembelajaran sekolah harus mulai disimulasikan sebab akhir pandemi Covid-19 belum dapat dipastikan oleh pemerintah.
Ia juga tak menampik bahwa proses belajar jarak jauh selama ini juga dihadapkan dengan sejumlah kendala, seperti sinyal, beban tugas semakin banyak, dan lebih sulit memahami materi.
Namun, Evan ingin pembelajaran tatap muka harus diiringi penerapan protokol kesehatan dari pihak sekolah. Ia juga berharap agar siswa bisa lebih sadar untuk taat protokol kesehatan di tengah adaptasi kebiasaan baru.
"Terus sadar ini tuh new normal jadi jangan terlalu bebas juga. Karena Pemerintah kan sudah memikirkan hal-hal, yang terbaik keputusannya. Jadi kita harus mengikuti pemerintah sih," katanya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, telah memberi lampu hijau kepada pemerintah daerah di semua zona membuka sekolah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Keputusan itu diambil setelah Kemendikbud mengevaluasi surat keputusan bersama (SKB) 4 Menteri pada 7 Agustus lalu, yang mengatur izin pembukaan sekolah hanya di zona kuning dan hijau. Nantinya, pelaksanaan belajar tatap akan mulai berlaku Januari 2021.
"Kebijakan ini berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. Jadi bulan Januari 2021. Jadi daerah dan sekolah sampai sekarang kalau siap tatap muka ingin tatap muka, segera tingkatkan kesiapan untuk laksanakan ini," kata Nadiem dikutip dari akun Youtube Kemendikbud RI, Jumat (20/10).
(thr/pmg)