Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Faqih meminta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 berupaya lebih keras membantu pihaknya menekan angka kematian pada tenaga dokter yang terpapar virus corona.
Daeng mengatakan ada beberapa hal yang harus dievaluasi oleh Satgas Covid-19, seperti menjamin ketersediaan alat pelindung diri (APD), tes swab rutin kepada para tenaga medis, hingga pengaturan jam praktek sehingga beban kerja dokter tak terlalu berat.
"Ini masih harus diupayakan lebih baik lagi, karena buktinya masih banyak dokter yang gugur, terutama itu menjamin ketersediaan APD, pengaturan jam praktek yang tidak membuat lelah, dan pemeriksaan swab PCR rutin," kata Daeng kepada CNNIndonesia.com, Senin (30/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daeng menyatakan beban kerja tenaga medis yang berat, ditambah lonjakan kasus positif di beberapa provinsi di Indonesia yang membuat rumah sakit penuh pasien Covid-19 akan mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga medis hingga kelelahan dan terpapar virus corona.
Di sisi lain, kapasitas keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate di beberapa rumah sakit bahkan sudah lebih dari 70 persen. Padahal, keterisian tempat tidur di masa pandemi idealnya menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak lebih dari 60 persen.
Seperti DKI Jakarta, berdasarkan data Satgas Covid-19, keterisian ICU mencapai 69,57 persen, dan keterisian isolasi mencapai 71,66 persen. Di Jawa Barat, tren keterpakaian tempat tidur ICU juga tinggi, sebanyak 73,45 persen, sementara untuk tempat tidur isolasi 79,62 persen.
Jateng juga mencatatkan tingginya persentase keterpakaian tempat tidur di RS rujukan Covid-19. Berdasarkan data Satgas Covid-19 keterpakaian tempat tidur mencapai 80 persen untuk ICU, dan 77,45 persen untuk ruang isolasi.
Menurut Daeng, kondisi tersebut juga ikut berpengaruh pada beratnya penanganan medis di sisi hilir hingga menyebabkan tumbangnya para dokter.
"Upaya ini [penanganan di hilir] harus terus dijaga dan ditingkatkan, serta memastikan perlindungan pada dokter dan petugas kesehatan lainnya [dari ancaman Covid-19]," terangnya.
Sementara itu, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan Satgas Covid-19 tak bisa melakukan tindakan apapun terkait kematian dokter di Indonesia. Menurutnya, Kementerian Kesehatan yang harusnya melakukan audit dan pengawasan ketersediaan fasilitas penunjang untuk dokter di rumah sakit yang merawat pasien Covid-19.
"Satgas itu gak bisa ngapa-ngapain, satgas tidak punya kekuasaan apa-apa, makanya saya bilang tidak bisa melakukan pengawasan karena dia lembaga ad-hoc. Semestinya ada pengawasan oleh Kemenkes, tapi kan tidak juga dilakukan," kata Pandu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (30/11).
Pandu menyebut baik Satgas Covid-19 maupun Kemenkes harus meneliti penyebab kasus kematian dokter yang terus bertambah. Menurutnya, bisa saja kematian para dokter karena kurangnya APD di rumah sakit, atau kurangnya tenaga medis sehingga beban kerja dokter maupun perawat semakin berat.
"Kalau pemerintah, harus mencari penyebab kenapa meninggal, harus dipelajari, apakah APD kurang, atau dokter kurang? Sudah diusulkan dari pertama adalah melakukan audit setiap kematian dokter, tapi Satgas ini enggak ngerti," ujarnya.
Sebelumnya, Tim Mitigasi IDI mencatat 180 dokter meninggal terpapar virus corona (Covid-19) sampai Sabtu 28 November lalu. Ratusan dokter yang meninggal itu tersebar di beberapa provinsi Indonesia.
Data tersebut merupakan akumulasi selama pandemi virus corona menyerang Indonesia sejak 3 Maret lalu. Secara jumlah, kematian dokter terbanyak berasal dari Jawa Timur. Disusul DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah.
(mln/fra)