Kerajaan Tarumanegara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah Pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 masehi.
Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang dibuktikan dari benda-benda peninggalannya.
Sejumlah peninggalan Kerajaan Tarumanegara seperti prasasti masih dilindungi dan dapat disaksikan sampai saat ini. Berikut prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara dan sejarah singkatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor.
Prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri atas 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh.
Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor.
Prasasti ini juga menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, serta terdapat gambar telapak kaki yang berisikan pujian terhadap pemerintahan Raja Mulawarman.
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor.
Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan Dewa Wisnu.
Peninggalan prasasti Kerajaan Tarumanegara selanjutnya ialah prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten.
Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.
Dalam catatan, Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395).
Raja Jayasinghawarman berkuasa dari tahun 358-382 M. Setelah mencapai usia lanjut, raja mengundurkan diri untuk menjalani kehidupan kepanditaan.
Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan Tarumanegara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibu kota kerajaan baru pada 397 M yang terletak lebih dekat ke pantai.
Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak.
Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana. Kerajaan Tarumanegara banyak meninggalkan prasasti.
Salah satunya Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M.
Pada tahun tersebut yang menjadi penguasa Kerajaan Tarumanegara adalah Suryawarman (535-561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7.
Kehadiran prasasti Purnawarman di Pasir Muara menjadi petunjuk bahwa saat itu ibu kota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah.
Hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut argyre atau kerajaan kota oleh ptolemeus pada 150 M.
Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanegara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah.
(din/fef)