Basarnas melaporkan tidak ada sinyal terpancar dari Emergency Locator Transmitter (ELT) pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu, Sabtu (9/1).
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyebut ELT seharusnya memancarkan sinyal, sehingga memudahkan pencairan pesawat atau lokasi pesawat.
"Ketika pesawat mengalami kecelakaan, entah itu di darat atau di laut, ELT akan memancarkan sinyal, sehingga memudahkan SAR menentukan lokasinya," terang Alvin saat wawancara dengan CNN Indonesia TV.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah dengan ELT, lanjutnya, pernah dialami Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang. Saat pencarian, ELT sulit dideteksi karena bagian ELT berada tenggelam ke dasar laut dan tertutup lumpur.
"Ibarat menaruh HP di bawah meja atau di bawah ranjang, susah sinyal. Jadi bukan sinyal tanda marabahaya tapi sinyal untuk menunjukkan lokasi di mana," imbuhnya.
Sebelumnya Basarnas menerima informasi dari pemandu lalu lintas udara (air traffic controller/ATC) bahwa ada lost contact pada pukul 14.55 WIB.
Kepala Basarnas Bagus Puruhito mengatakan pihaknya langsung mengecek jika ada pancaran sinyal emergency dari pos mereka. Namun setelah dicek, rupanya sinyal emergency tidak ada.
Pengecekan pun dilakukan ke pihak Australia tetapi nihil. "Kami cek ke Australia juga tidak ada, kami koordinasi dengan Airnav dan seluruh jajaran terkait," ungkap Bagus dalam konferensi pers.
Pesawat Sriwijaya Air hilang kontak pada Sabtu (9/1) pukul 14.40 WIB. Basarnas memperkirakan pesawat jatuh di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Deputi Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Bambang Suryo Aji menyebut kedalaman air di lokasi sekitar 20 hingga 23 meter.
"Jadi pesawat itu setelah loss contact di antara Pulau Laki dan Pulau Lancang," kata Bambang saat menggelar konferensi pers di Kantor Basarnas, Jakarta.
(els/bir)