Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan keberadaan UVV (unmanned underwater vehicle) atau seaglider di Pulau Tenggol, Masalembu, dan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, patut dicurigai sebagai perlengkapan mata-mata atau intelijen.
Kecurigaan itu, kata dia dengan mengutip pernyataan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono, karena seaglider tersebut tidak meninggalkan identitas atau tanda kepemilikan. Berdasarkan hal itu, ia meminta agar pemerintah Indonesia mencari pihak yang menjadi pemilik seaglider tersebut.
"Kalau dia punya perusahaan pasti ada nama perusahaan. Dan, itu gampang ditelusuri. Tapi, kalau enggak ada, maka kita curigai. Tidak ada juga bendera. Kalau pesawat, kapal laut, itu pasti ada bendera negara. Ini tidak ada," kata Hikmahanto saat menjadi penanggap dalam agenda webinar Universitas Pertahanan, Kamis (14/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, jangan kita nanti disebut dari pihak luar negeri ini intel melayu. Intel Melayu itu intel yang harus lihat tanda-tandanya (dulu)," lanjut pria yang juga tercatat sebagai Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) tersebut.
Hikmahanto memandang pemerintah Indonesia harus bersikap tegas terhadap segala upaya yang coba mengusik kedaulatan. Menurut dia, pemerintah tak bisa terus bersikap hanya sekadar untuk menenangkan publik belaka.
"Jangan kita cuma utak-atik yang penting menenangkan publik Indonesia. Salah saya bilang. Yang penting untuk dipahami adalah harus ada message yang keras terhadap siapa pun yang melakukan tindakan ilegal di wilayah kedaulatan kita akan berhadapan dengan Indonesia. Harus seperti itu," tegas dia.
Sebelumnya, kepada CNNIndonesia.com, peneliti keamanan dan pertahanan Beni Sukadis menyatakan tak terdeteksinya seaglider yang tak beridentitas itu di wilayah laut Indonesia menunjukkan soal masih minimnya kemampuan sistem pertahanan di Indonesia.
Seaglider itu sendiri diketahui tak ditemukan oleh prajurit atau penegak hukum, melainkan oleh warga biasa atau nelayan yang sedang melaut. Usai ditemukan, barulah seaglider--yang semula dikira roket atau rudal-- itu diamankan pihak berwenang.
Menurut Beni, itu pun mempertontonkan masih minimnya kemampuan sistem pertahanan Indonesia dalam mendeteksi keberadaan benda-benda asing di wilayah teritori Indonesia. Oleh karena itu, ia pun mengimbau kepada pemerintah, terutama institusi perthanan, untuk meningkatkan kemampuan sistem dari segala sisi.
Terutama, kata Beni, yang berkaitan kemampuan pertahanan sebagai intelijen, pengawasan, dan pengintaian.(intelligence, surveillance, reconnaissance/ISR).
Meski begitu, peningkatan ini mesti dilakukan dengan lebih komprehensif misal meski prioritas pada keamanan di sektor maritim, namun tetap harus bekerjasama dengan sektor lain yang mungkin saling bergesekan.
"Artinya, radar laut, udara dan darat harus saling melengkapi," kata Peneliti Marapi Advisory & Consulting tersebut, Jumat (8/1).
Untuk diketahui, sejauh ini TNI AL masih belum bisa memastikan negara pemilik seaglider yang ditemukan di perairan Selayar. Seaglider itu sedang diteliti oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidrosal) TNI AL.
Yudo memberi tenggat satu bulan kepada Pushidrosal TNI AL untuk menggali informasi soal seaglider tersebut. Yudo mengakui bahwa seaglider adalah salah satu peralatan di bidang kelautan yang memang bisa digunakan di industri pertahanan dan militer.
Salah satu kegunaan peralatan ini di bidang militer dijelaskan Yudo yakni sebagai pembuka jalan kapal selam di wilayah laut dalam. Kegunaan ini juga berlaku untuk alat yang ditemukan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan oleh seorang nelayan yang telah dipastikan sebagai seaglider.
"Kalau dipakai pertahanan, mungkin bisa digunakan data kedalaman ataupun layer lautan tadi, supaya kapal selam tidak dideteksi," kata Yudo saat menggelar konferensi pers di Markas Pushidrosal TNI AL, Ancol, Jakarta Utara, Senin (4/1).
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, menduga seaglider tersebut milik China. Ia pun sudah mengambil langkah tegas dengan mengirim nota diplomatik ke Kedutaan Besar China di Indonesia.
(ryn, tst/kid)