Komnas HAM Ungkap Alasan Kasus Laskar FPI Bakal Ditolak ICC

CNN Indonesia
Selasa, 26 Jan 2021 11:27 WIB
Komnas HAM menilai laporan soal enam laskar FPI tewas tak akan diterima Mahkamah Internasional karena sejumlah alasan.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan sejumlah alasan laporan 6 laskar FPI tewas bakal ditolak ICC Belanda. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai peristiwa pembunuhan enam laskar FPI tak akan diterima International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Internasional Den Haag, Belanda.

Rencana melaporkan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional sebelumnya disampaikan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar FPI atas prakarsa beberapa pihak, termasuk Amien Rais.

"Indonesia bukan negara anggota ICC (Mahkamah Internasional) karena belum meratifikasi Statuta Roma," kata Damanik melalui keterangan tertulis, Senin (25/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Statuta Roma adalah traktat atau perjanjian mendirikan Mahkamah Internasional dalam sebuah konferensi diplomatik di Roma pada 17 Juli 1998.

Oleh karena itu, menurut Damanik, Mahkamah Internasional tidak memiliki alasan hukum untuk melaksanakan suatu kasus yang terjadi di wilayah Indonesia karena Indonesia bukan negara anggota.

Tak hanya soal keanggotaan, beberapa unsur juga tak terpenuhi agar kasus tersebut bisa ditangani Mahkamah Internasional.

Misalnya unsur unable dan unwilling akibat mekanisme peradilan Indonesia yang kolaps. Sebab saat ini kasus itu sendiri masih diproses oleh kepolisian maupun lembaga negara independen yakni Komnas HAM.

"Dengan begitu, mekanisme peradilan Indonesia tidak sedang dalam keadaan kolaps sebagaimana disyaratkan pasal 17 ayat 2 dan ayat 3 Statuta Roma," kata Damanik.

Dia juga menyebut kasus enam anggota laskar FPI yang tewas ditembak itu belum bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Komnas HAM menyimpulkan peristiwa penembakan laskar FPI pada 7 Desember 2020 sebagai pelanggaran HAM.Komnas HAM menyimpulkan peristiwa penembakan laskar FPI pada 7 Desember 2020 sebagai pelanggaran HAM. (Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen)

Meski Damanik tak menampik ada sejumlah pihak yang mendesak dan membangun opini agar kasus ini tampak seperti kasus pelanggaran HAM berat.

Misal dengan sengaja menyebarkan informasi-informasi bohong yang tak berhubungan dengan kasus tersebut.

Padahal berdasarkan data dan bukti yang dikumpulkan oleh Komnas HAM tak ada unsur-unsur pelanggaran HAM yang berat sebagaimana dinyatakan Statuta Roma maupun Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Unsur-unsur untuk disebut pelanggaran HAM yang berat (the most serious crimes) antara lain desain operasi yang direncanakan secara sistematis berdasarkan kebijakan institusi atau negara.

"Komnas HAM RI tidak menemukan bukti ke arah itu, baik dari data yang dikumpulkan maupun berdasarkan kronologi peristiwa yang tim penyelidikan Komnas HAM RI temukan," katanya.

Lebih lanjut, kata Damanik, unsur lain untuk disebut sebagai pelanggaran HAM yang berat adalah "pola serangan yang berulang sehingga dampak korbannya juga meluas".

Unsur ini kata dia, juga tidak ditemukan dalam peristiwa ini.

"Dengan tidak terpenuhinya berbagai syarat-syarat substansial, maka penting bagi Komnas HAM untuk meluruskan hal ini kepada masyarakat luas, agar masyarakat benar-benar memahami konteks dan substansinya serta tidak membangun asumsi yang tak berdasar," kata dia.

Sebelumnya Tim Advokasi Korban Pelanggaran HAM mengklaim Mahkamah Internasional telah menerima laporan terkait insiden penembakan enam laskar FPI tersebut.

Hingga kini tim advokasi masih menunggu tindak lanjut atas laporan tersebut.

Insiden bentrokan antara polisi dengan enam Laskar FPI pengawal Rizieq Shihab terjadi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12) dini hari silam. Dalam kejadian tersebut, enam anggota FPI tewas ditembak aparat kepolisian.

(tst/psp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER