Eks Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar mengklaim rekening milik organisasinya selama ini digunakan untuk kegiatan kemanusiaan.
Bantahan itu merespons pernyataan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae yang menyebut dari hasil analisis ditemukan ada beberapa rekening yang diduga terkait perbuatan melawan hukum.
Temuan itu berasal dari total 92 rekening terkait FPI yang dianalisis PPATK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aziz lantas menuding proses tersebut sekadar untuk mempermasalahkan organisasinya.
"Rekening selama ini dipakai untuk kegiatan umat dan kemanusiaan di cari-cari kesalahannya. Biar pada tanggung laknat Allah mereka," kata Aziz kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/2).
Kendati begitu Aziz mengaku tidak mengetahui ada berapa rekening milik FPI dan afiliasinya yang diblokir PPATK. Tapi dia lantas membandingkan kejadian yang dialami organisasinya itu dengan yang terjadi pada rekening pelaku korupsi yang menurut dia justru dibiarkan.
Ia pun menuding, alasan pemblokiran rekening FPI dan afiliasinya sebagai tindakan yang tidak jelas. Karena itu Aziz lantas menyebut negara sedang dipimpin oleh orang yang tak cakap mengelola pemerintahan.
"Kita mau tahu apa rekening yang sudah jelas tersangka korupsi Bansos itu kolega, keluarga dan sekelilingnya diblokir dan di acak-acak juga tidak?" tutur dia.
Sebelumnya, PPATK merampungkan pemeriksaan terhadap 92 rekening milik FPI dan pihak terkait. Hasil analisis ini telah disampaikan ke penyidik Polri dan ditemukan dugaan pelanggaran hukum.
"Diketahui adanya beberapa rekening yang akan ditindaklanjuti penyidik Polri dengan proses pemblokiran karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum," kata Dian kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Minggu (31/1).
PPATK aktif memblokir rekening milik FPI dan afiliasinya usai organisasi tersebut dinyatakan terlarang oleh pemerintah.
Pemerintah menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang pada akhir Desember 2020 lalu. Penetapan ini diteken melalui surat keputusan bersama (SKB) enam menteri/pejabat tinggi negara.
![]() |