Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan pemerintah tidak bisa mengangkat guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau pegawai negeri sipil (PNS) tanpa seleksi.
"Undang-undang tidak memperbolehkan kita mengangkat PPPK dan PNS tanpa seleksi," katanya kepada warga sekolah di SLB Negeri Kabupaten Sorong, Papua Barat dalam kunjungan kerjanya sebagaimana dikutip dari keterangan resmi, Kamis (11/2).
Namun, ia menegaskan PPPK dan PNS memiliki derajat yang sama berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014. Untuk itu ia meminta guru tak perlu khawatir terkait besaran gaji dan tunjangan jika lolos seleksi menjadi PPPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gaji dan tunjangan PPPK sama dengan PNS. Uang yang diterima tiap bulan itu akan sama, semoga tidak lagi ada mispersepsi," kata Nadiem.
Dalam kunjungan tersebut, Nadiem berupaya menyosialisasikan kembali seleksi pengangkatan untuk 1 juta guru PPPK yang diadakan Kemendikbud bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negeri dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tahun ini kepada guru-guru di Papua.
Mantan bos Go-jek itu menjelaskan seleksi itu terbuka bagi guru honorer segala usia, selama belum memasuki masa pensiun. Seleksi sendiri, kata dia, dibutuhkan untuk memastikan kualitas guru.
Sementara bagi yang belum lulus seleksi tahun ini, ia meminta guru tidak berkecil hati. Menurutnya masih akan ada dua kesempatan lagi untuk mengikuti seleksi yang bakal digelar secara berkala oleh pemerintah.
"Kalau tahun ini belum lolos seleksi, bisa mencoba sampai dengan tiga kali," kata Nadiem.
Sebelumnya, Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Nonkategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+) menuntut pemerintah mengangkat guru honorer tanpa seleksi. Menurut mereka, belasan tahun pengabdian guru honorer yang kerap dibalas dengan ketidakadilan harus segera dibalas dengan pengangkatan menjadi PNS secara afirmasi.
Nadiem mengatakan pemerintah telah melakukan penyesuaian besaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di daerah yang dinilai membutuhkan biaya lebih. Papua Barat menjadi salah satu provinsi yang sekolahnya mendapat penambahan besaran dana BOS hingga 30 persen. Ia mencontohkan di Papua Barat, salah satunya Kabupaten Sorong mendapat tambahan dana BOS hingga 30 persen lebih banyak. Contoh lainnya adalah di Kabupaten Intan Jaya di Papua menerima tiga kali lipat dari jumlah dana BOS sebelumnya.
"Penyesuaian besaran dana BOS reguler dilakukan demi mendukung percepatan pendidikan di sekolah-sekolah yang berada di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T)," ucapnya.
Pada tahun-tahun sebelumnya, besaran dana BOS dihitung berdasarkan jumlah siswa per sekolah. Sementara menurut Nadiem di daerah 3T banyak sekolah yang jumlah siswanya sedikit, namun butuh lebih banyak dorongan biaya untuk mengejar ketertinggalan.