Kasus Djoktjan, Hakim Diminta Tolak Pleidoi Brigjen Prasetijo

CNN Indonesia
Senin, 22 Feb 2021 22:31 WIB
Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak nota pembelaan atau pleidoi Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo. (Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota pembelaan atau pleidoi Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo terkait kasus penghapusan nama Djoko Tjandra dari DPO.

Jaksa menilai Prasetijo telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (penyertaan).

"Kami Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini berkesimpulan bahwa nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukum tidak didukung argumentasi ataupun alasan yang kuat," ujar jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/2).

Jaksa menilai Prasetijo terbukti menerima uang US$100 ribu dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Selain itu, Prasetijo terbukti melakukan tindak pidana secara bersama-bersama dengan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, untuk mengurus penghapusan DPO atas nama Djoko Soegiarto Tjandra di Imigrasi.

"Kualifikasi peran dan perbuatan terdakwa Prasetijo Utomo adalah sebagai pelaku turut serta dengan Irjen Napoleon Bonaparte dalam peristiwa pidana yang menerima pemberian atau janji dalam konteks tindak pidana penyertaan yang dilakukan terdakwa dalam mewujudkan adanya delik atau tindak pidana korupsi berupa sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima uang dari Djoko Soegiarto Tjandra untuk menghapus status DPO di Imigrasi," ujar jaksa.

Dalam replik-nya, jaksa juga meminta majelis hakim menolak permohonan Justice Collaborator(JC) yang diajukan oleh Prasetijo.

Status JC memungkinkan seorang terpidana mendapatkan berbagai keringanan dalam hal masa hukuman, seperti remisi. Salah satu syarat utamanya adalah sang terpidana bukan pelaku utama kejahatan terorganisasi itu.

Prasetijo sebelumnya dituntut dengan pidana 2,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa menilai mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri itu terbukti menerima US$100 ribu dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Uang tersebut terkait dengan pengurusan penghapusan DPO atas nama Djoko Tjandra.

(ryn/has)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK