Polisi Ungkap Motif Pelapor Kasus 4 Ibu RT Harus Meja Hijau
Polri menyatakan kasus empat ibu rumah tangga (IRT) yang diduga melakukan perusakan pabrik rokok di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tetap berlanjut lantaran pelapor ngotot.
"Pelapornya ngotot, terus ditetapkan lanjut sampai ke sidang pengadilan," ucap Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/2).
"Kasus itu sudah kami sidik dan polisi tidak melakukan penahanan," lanjutnya lagi.
Penyidikan itu, kata Argo, berlanjut lantaran proses mediasi yang difasilitasi oleh kepolisian tak menemukan titik temu. Polisi pun merampungkan proses penyidikan hingga akhirnya kasus berlanjut sampai dengan persidangan.
"Penyidik sudah dilakukan evaluasi asesmen oleh Itwasda (Inspektorat Pengawasan Umum Daerah) dan Wasidik (Pengawas Penyidik) di sana itu sudah sesuai SOP yang ada," lanjut Argo.
Diketahui, kasus ini bermula saat warga Dusun Eat Nyiur menolak kehadiran pabrik rokok milik perusahaan UD Mawar Putra di sekitar wilayahnya lantaran menimbulkan aroma yang menyengat dan dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan.
Mediasi pun coba dilakukan hingga sembilan kali. Namun, itu tidak membuahkan hasil. Warga yang terus mendesak pemindahan pabrik tersebut melempari bangunan dengan batu. Pihak pabrik melaporkannya ke polisi.
Keempat ibu rumah tangga itu kemudian sempat ditahan usai dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Usai muncul desakan untuk melepaskan mereka, majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanannya.
Terpisah, puluhan advokat yang tergabung dalam Tim Hukum "Nyalakan Keadilan untuk IRT (Ibu Rumah Tangga)" mendampingi empat emak-emak tersebut.
"Total ada 50 advokat [yang mendampingi]," kata Ketua Tim Hukum Nyalakan Keadilan untuk IRT Ali Khairi lewat pesan singkat, Senin (22/2).
Ali menuturkan puluhan advokat ini melakukan pendampingan dengan alasan kemanusiaan dan tanggung jawab sebagai advokat.
"Dipaksakan menggunakan pasal 170 KUHP, atau ancaman hukuman maksimal. Padahal pagar seng yang dilempar hanya lecet-lecet," ujarnya.
Sebagai langkah lanjutan, Ali menyebut pihaknya tengah menyiapkan eksepsi yang akan disampaikan dalam proses persidangan berikutnya.
"Pada sidang berikutnya yang dijadwalkan pada Kamis 25 Februari 2021, kami akan mengajukan eksepsi," ucap Ali.
Senada, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini meminta kepada pihak penegak hukum mengedepankan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus tersebut.
"Hukum wajib dijunjung tinggi kepada siapapun, namun dalam perkara ini yang harus dikedepankan adalah kemanusiaan, mengingat 4 IRT dan 2 Balita masih sangat dibutuhkan oleh keluarga," kata dia.
(mjo/rzr/dis/arh)