BPOM: Vaksin Nusantara Tak Lewati Uji Praklinik ke Hewan

CNN Indonesia
Rabu, 10 Mar 2021 19:00 WIB
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyebut pengembangan vaksin Nusantara tak melalui uji praklinik terhadap binatang, dan langsung masuk uji klinis I terhadap manusia.

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan BPOM tak lekas mengeluarkan perizinan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II terhadap vaksin Nusantara. Penny mengatakan BPOM perlu mengumpulkan bukti ilmiah sevalid mungkin untuk kemudian memberikan perizinan.

"Tahapan pra-klinik itu tahapan etika, jangan sampai kita memaparkan pada manusia tentang produk yang belum terjamin aspek keamanannya. Jadi di awal harus ada pra-klinik dengan binatang, dan itu ditolak oleh tim peneliti," kata Penny dalam agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX yang disiarkan melalui kanal YouTube DPR RI, Rabu (10/3).

"Akhirnya kami memberikan PPUK conditional bertahap tiga subjek," imbuhnya.

Penny mengaku telah menawarkan agenda hearing atau pembahasan bersama dengan tim peneliti Universitas Diponegoro dan RSUP dr. Kariadi Semarang berkali-kali. Namun tawaran itu belum terlaksana. BPOM baru akan menggelar pertemuan bersama para ahli dan tim peneliti vaksin Nusantara pada 16 Maret 2021.

Juru Bicara Vaksinasi dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia menjelaskan bahwa BPOM telah akrab dengan metode dendritik. Namun demikian, dendritik biasanya hanya digunakan untuk penyakit kanker, bukan untuk virus baru seperti covid-19.

Lucia menyebut BPOM ingin memastikan terhadap tim peneliti, bahwa seluruh tahapan klinis penelitian dan pengembangan vaksin harus sudah terlaksana sesuai standar operasional prosedur.

"Karena sel dendritik ini akan ditambahkan antigen, antigen itu yang akan berfungsi sebagai vaksin. Tentunya kami harus memastikan bahwa sel dendritik sudah bebas dari antigen yang diinkubasikan dalam sel dendritik tersebut," jelas Lucia.

Lucia juga mengungkapkan pihaknya baru mendapat laporan praklinik dari pihak sponsor vaksin Nusantara pada 26 Februari lalu. Padahal uji klinis fase I rampung dilakukan pada 23 Desember 2020. Tak hanya itu, setelah ditelisik, ia menyebut laporan uji pada hewan itu dilaporkan terjadi pada Januari 2020.

"Apakah saat itu sudah ada SARS-COV2 di Amerika?" ujar Lucia.

Menanggapi hal itu, mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sebagai salah satu inisiator vaksin nusantara mengaku bahwa dirinya sudah menginformasikan hasil pra-klinis vaksin nusantara kepada BPOM.

"Saya sudah WA-kan hasil uji klinik mengenai vaksin safety dan efikasi oleh pihak ketiga di Amerika karena itu sudah dikerjakan. Dan itu hasilnya ada kita kan kirimkan vaksin safety dan efikasi pada uji binatang," jelas Terawan.

Peneliti utama vaksin Nusantara, Djoko Wibisono pun lantas menjelaskan bahwa pihaknya yakin vaksin Nusantara telah melalui uji praklinis terhadap binatang. Dalam hal ini, penelitian dilakukan oleh pihak sponsor dari AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat.

"Pasti semua uji klinis di dunia selalu didahului uji klinis pada binatang. Jadi sudah ada di investigator brosur, kami sudah baca, kami yakin, kami buat protokol uji klinis I," jelas Djoko.

Djoko lantas mempertanyakan, bagaimana mereka bisa melakukan uji klinis fase I tanpa restu BPOM. Oleh karena itu, ia menyebut pihaknya telah rampung menyerahkan laporan uji praklinik pada binatang kepada BPOM.

"Itu sudah di-submit ke BPOM, dan sudah pasti kami tidak akan melakukan uji klinis I tanpa izin dari BPOM," pungkasnya.

(khr/ain)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK