Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai peralihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) bakal banyak berdampak pada proses penyidikan kasus dugaan korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana membeberkan setidaknya ada tiga potensi risiko yang bakal dirasakan dan dapat melemahkan kerja penyelidik dan penyidik KPK setelah beralih status jadi ASN.
"Pertama, nilai independensi KPK akan semakin terkikis akibat dari keberlakuan konsep ini. Sebab, salah satu ciri lembaga negara independen tercermin dari sistem kepegawaiannya yang dikelola secara mandiri," tutur Kurnia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penerapannya, lanjut Kurnia, lembaga negara independen seharusnya merupakan self regulatory body atau memiliki kewenangan secara mandiri untuk mengatur pegawainya sendiri. Dengan kebijakan peralihan status ke ASN, sifat tersebut tak lagi tercermin pada tubuh KPK.
Kedua, Kurnia menyebut alih status pegawai KPK menjadi ASN memungkinkan terganggunya penanganan kasus. Pasalnya, ASN bisa dipindahkan ke lembaga negara lainnya kapan saja.
"Bagaimana ketika tim penyelidik atau pun penyidik di masa mendatang yang sedang menangani perkara lalu kemudian dipindah begitu saja ke lembaga negara lain?," terang Kunia.
Yang terakhir, Kurnia menilai alih status pegawai KPK dapat berpotensi memunculkan konflik kepentingan atau conflict of interest saat menangani perkara. Peralihan menjadi ASN akan membuka celah tergerusnya independensi personel lembaga antirasuah, khususnya ketika menangani perkara yang melibatkan anggota kepolisian.
Hal tersebut karena, lanjut dia, Pasal 7 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa PNS dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan kepolisian.
"Tentu pola seperti ini akan menyulitkan KPK ketika menangani perkara yang melibatkan oknum kepolisian," jelas Kurnia.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan sebanyak 1.362 pegawai KPK telah menjalani proses peralihan status menjadi ASN. Diketahui, kebijakan ini merupakan mandat dari UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK.
UU tersebut direvisi pada 2019 lalu dan menuai penolakan dari pelbagai pihak, mulai dari aktivis, akademisi, pemerhati isu korupsi hingga, mahasiswa. Beleid tersebut dinilai berpotensi melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi.
![]() |