Eijkman Khawatir Mutasi N439K Pengaruhi Efektivitas Vaksin
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio khawatir temuan 48 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 varian N439K di Indonesia bakal memengaruhi efektivitas dan kemanjuran vaksin virus corona yang diproduksi sampai saat ini.
Sebab, varian N439K memiliki karakteristik untuk lebih menginfeksi seseorang dan memiliki daya ikat ke reseptor yang lebih besar. Dengan studi itu, Amin khawatir N439K bakal 'kebal' terhadap vaksin.
"Mutasi ini dikhawatirkan dia bisa resisten terhadap antibodi yang menetralisasi, sehingga dikhawatirkan juga memengaruhi hasil vaksinasi," kata Amin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (12/3).
Namun Amin mengaku hingga kini belum menemukan studi terkait daya kecepatan penularan mutasi ini. Ia hanya menjelaskan bahwa varian N439K lebih cepat menginfeksi seseorang.
Selain itu, berdasarkan beberapa penelitian, Amin menyebut vairan N439K tak jauh berbeda dengan mutasi virus SARS-CoV-2 yang ada, seperti tingkat keganasan yang tidak jauh berbeda.
"Jadi lebih mudah menginfeksi saja, dan juga dia mungkin bisa melepaskan diri dari antibodi pasca vaksinasi," jelasnya.
Lebih lanjut, Amin mengatakan, temuan itu didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan sejumlah pihak, seperti LBM Eijkman, tim peneliti di Universitas Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.
Namun demikian, Amin belum bisa memberikan detail informasi wilayah Indonesia bagian mana saja yang hasil sampelnya menunjukkan adanya varian virus corona N439K.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa setiap varian virus corona memberikan efek berbeda-beda terhadap pasien, sesuai dengan daya imun yang dimilikinya masing-masing.
"Iya, tentu imunitas individu sangat mempengaruhi dalam hal ini," pungkas Amin.
Adapun perihal perkembangan mutasi virus baru yang diperkirakan terdeteksi di Indonesia sejak akhir tahun lalu ini. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih turut mewanti-wanti potensi penularan baru terhadap N439K. Sebab menurut IDI, varian ini lebih 'smart' dari mutasi covid-19 lainnya.
Mutasi virus ini pertama dideteksi pada Maret 2020 di Skotlandia, Inggris. Penelitian tentang varian ini sudah diterbitkan di Jurnal Cell sejak 25 Januari dan sudah ditinjau rekan sejawat.
Sementara dari tingkat penularan, virus ini masih serupa dengan virus corona awal. Tidak seperti varian B117 yang juga berasal dari Inggris yang punya kemampuan penularan lebih tinggi.
Peneliti menunjukkan bahwa mutasi ini memberikan resistansi terhadap antibodi serum dan banyak antibodi monoklonal penawar, termasuk salah satu bagian dari pengobatan yang diizinkan untuk penggunaan darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS).
(khr/pris)