Kader Partai Gerindra Arief Poyuono menyebut Presiden Joko Widodo belum tentu menang kembali bila masa jabatan presiden diubah dari dua menjadi tiga periode.
Bahkan, menurutnya, Jokowi juga belum tentu mau maju sebagai calon presiden di Pemilu 2024 bila aturan seseorang menjabat presiden diubah.
"Seandainya diamandemen itu pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan presiden jadi tiga kali, kan belum tentu juga kalau Jokowi maju bisa menang lagi nantinya," kata Poyuono dalam keterangannya, Senin (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tidak mengerti alasan Jokowi berkata bahwa pengusul masa jabatan tiga periode seakan menampar muka. Menurutnya, usulan perubahan masa jabatan presiden merupakan hal yang sah-sah saja.
"Usulan saya masa jabatan presiden jadi tiga periode kan bukan berarti Jokowi akan bisa jadi presiden lagi sekalipun dia maju nantinya, semua bergantung kepada rakyat yang akan memilih nanti," imbuh Poyuono.
Poyuono menerangkan, masa jabatan maksimal seorang menjabat presiden perlu diubah menjadi tiga periode karena masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan sistem demokrasi monarki.
Menurutnya, masa jabatan maksimal seorang menjadi presiden yang berlaku saat ini merupakan aturan dari konstitusi Amerika Serikat yang ditiru oleh Amien Rais saat menjabat sebagai Ketua MPR dulu.
"Padahal ya Amerika Serikat itu sangat berbeda landskap politiknya, keadaan masyarakatnya, kepartaiannya dengan di Indonesia," kata Poyuono.
Ia berpendapat bahwa pembatasan jabatan presiden hanya maksimal dua periode tidak cocok diterapkan di Indonesia karena bisa membuat pemerintahan yang dibentuk dari pemilu tidak efektif dan membuat pembangunan di Indonesia berjalan lambat.
![]() |
Menurutnya, sistem yang berjalan sejak era Reformasi ini membuat presiden terpilih sibuk dalam mengurus partai politik yang telah mengusungnya dan menyuburkan korupsi di pemerintahan.
Ia pun mengungkapkan, sejarah mencatat bahwa masyarakat Indonesia sudah terbiasa dipimpin oleh presiden dengan masa jabatan lebih dari dua periode atau mirip sistem monarki.
"Sepanjang sang raja, keluarganya dan antek-antek tidak membuat rakyat susah maka rakyat tidak akan berontak atau ingin ganti raja. Catat, sejak era demokratisasi dan jabatan presiden dua periode itu, jumlah utang Indonesia makin menumpuk dibandingkan dengan era Sukarno dan Soeharto loh dan tidak sebanding dengan kemajuan masyarakatnya," tutur Poyuono.
Baru-baru ini berkembang wacana mengenai perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Isu itu awalnya dikemukakan oleh Amien Rais.
Ia yang menangkap sinyal politik atau skenario yang mengarah agar Presiden Jokowi kembali terpilih hingga tiga periode.
Amien sempat menaruh kecurigaan terhadap upaya yang dilakukan sejumlah pihak untuk menerbitkan pasal dalam aturan hukum agar presiden Jokowi bisa kembali memimpin dalam tiga periode.
"Akankah kita biarkan, plotting rezim sekarang ini, akan memaksa masuknya pasal supaya bisa dipilih ketiga kalinya," kata Amien lewat akun Instagram pribadinya, Sabtu (13/3).
Pada 2019 silam, Jokowi pernah merespons wacana itu. Ia menolak masa jabatan presiden diubah menjadi tiga periode atau maksimal 15 tahun masa jabatan dalam rencana amendemen UUD 1945.
Jokowi menyebut pengusul masa jabatan tiga periode seakan ingin menampar muka dirinya.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga [maknanya] menurut saya: Satu, ingin menampar muka saya; yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka; yang ketiga ingin menjerumuskan," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).
(mts/pmg)