Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memberikan keringanan berupa bonus nilai ke guru honorer dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) ditolak Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+).
Mereka ingin guru honorer diangkat langsung menjadi aparatur sipil negara (ASN) tanpa seleksi. Wakil Ketua 4 GTKHNK 35+, Yusak menilai pilihan itu jadi satu-satunya jalan untuk menghargai pengabdian guru honorer selama ini.
"Afirmasi [berupa bonus nilai] itu belum memberikan rasa keadilan. Makanya kita mau tanpa tes," tutur Yusak kepada CNNIndonesia.com, Selasa (16/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan guru honorer, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menegaskan akan tetap memperjuangkan agar guru honorer diangkat langsung menjadi ASN tanpa seleksi.
"Kalau seleksi masih ada potensi guru yang mengabdi lama nanti bisa kalah seleksi. Kalau pengangkatan, artinya jelas nanti skemanya, nanti yang mengabdi lama menjadi pegawai dengan status PPPK. Nah ini yang sedang kami perjuangkan," kata Syaiful.
Salah satu langkah DPR untuk memperjuangkan isu tersebut dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan sejumlah pakar terkait kemungkinan guru honorer diangkat langsung tanpa seleksi, Kamis (18/3).
Pakar Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Solehuddin menyatakan ini mungkin saja dilakukan bagi guru honorer yang sudah mengabdi di atas 10 tahun. Ia menyarankan kepala sekolah memilih langsung guru yang dinilai pantas untuk diangkat jadi PPPK.
"Dasar seleksinya berdasarkan kepala sekolah, guru senior atau yang berwenang. Menentukan yang paling memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PPPK," terang Solehuddin.
Dia pun menyarankan guru yang tidak memenuhi bisa disalurkan menjadi tenaga kependidikan atau dibebastugaskan dengan pesangon. Namun menurut Solehuddin pemerintah tetap harus menyeleksi guru honorer mengabdi di bawah 10 tahun.
Ini karena, menurut analisanya, salah satu momok pendidikan adalah kualitas guru honorer yang masih diragukan. Ia menilai ini disebabkan oleh rekrutmen guru honorer yang dilakukan tanpa seleksi dan syarat kualitas yang ketat.
Mendikbud Nadiem menyatakan rekrutmen 1 juta guru PPPK tidak bisa dilakukan tanpa seleksi. Selain karena tak diizinkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), ia menjelaskan seleksi juga jadi syarat yang ditetapkan Kementerian PANRB dan Kementerian Keuangan.
"Hanya dengan satu kondisi, ada tes minimum kompetensi. Itu lah kondisi kenapa kita bisa berhasil dapat anggaran kapasitas maksimal 1 juta guru. Jadi mohon dimengerti, itu kondisi permintaan kita. Kondisi adanya tes seleksi itu tidak mungkin tidak ada," terang Nadiem, Rabu (10/3).
Menjawab tuntutan guru honorer, Nadiem memberikan bonus nilai sebesar 75 poin dari 500 poin khusus untuk guru honorer berusia di atas 40 tahun yang sudah aktif mengajar minimal tiga tahun.
Bonus nilai juga diberikan untuk guru yang memiliki sertifikasi. Guru tersebut bakal secara otomatis lolos tahap ujian kompetensi teknis.
Selain itu, Nadiem menutup seleksi PPPK tahap pertama yang bakal digelar Agustus 2021 bagi peserta lulusan Pendidikan Profesi Guru. Seleksi tahap pertama dikhususkan bagi guru honorer.
Nadiem mengatakan kebijakan diambil sebagai jawaban dari protes guru honorer yang merasa pengabdian selama ini tak dihargai dalam seleksi PPPK. Pasalnya, mereka tak langsung diangkat dan diseleksi bersama calon guru yang baru lulus.
(fey/nma)