Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna bakal menjadi saksi meringankan (a de charge) untuk terdakwa Rizal Djalil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (31/3).
Rizal yang merupakan mantan anggota BPK terjerat kasus suap pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria Paket 2 pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Akan hadir Ketua BPK RI, Dr Agung Firman yang akan menjadi saksi yang meringankan untuk perkara Rizal Djalil di PN Jakpus," kata Kuasa Hukum Rizal Djalil, Soesilo Aribowo saat dikonfirmasi, Rabu (31/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa pada KPK sebelumnya mendakwa Rizal menerima Sin$100 ribu atau sekitar Rp1,06 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Uang itu diberikan lantaran Rizal telah mengupayakan PT Minarta Dutahutama menjadi pelaksana proyek pembangunan JDU SPAM Hongaria Paket 2 pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Awal tindak pidana korupsi terjadi pada 2016 saat Rizal diperkenalkan kepada Leonardo oleh mantan adik iparnya bernama Febi Festia. Saat pertemuan di sebuah hotel di Nusa Dua Bali, Leonardo meminta bantuan Rizal untuk mengerjakan proyek di Kementerian PUPR.
Pada Oktober 2016, Rizal dengan kewenangan yang dimilikinya, memanggil Direktur Pengembangan SPAM PUPR Mochammad Natsir untuk menyampaikan hasil temuan terhadap proyek pembangunan tempat evakuasi sementara di Provinsi Banten.
Lewat intervensi Rizal, PT Minarta Dutahutama mendapat proyek JDU SPAM IKK Hongaria Paket 2 dengan pagu anggaran Rp75.835.048.000.
Penyerahan uang dari Leonardo kepada Rizal melalui perantara Febi dengan putra Rizal, Dipo Nurhadi Ilham. Uang itu ditukarkan ke dalam mata uang rupiah sebelum sampai ke tangan Rizal.
Sedangkan Febi mendapat bagian dengan menerima uang sebesar US$20 ribu dari Leonardo.
Atas perbuatannya, Rizal didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(ryn/arh)