Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto mengungkapkan pemikiran radikal dan sel-sel gerakan warga yang tergabung jaringan teroris Jemaah Ansharut Daulah (JAD) masih ada dan berkembang di Indonesia saat ini.
Bahkan menurutnya saat ini manuver rekrutmen yang dilakukan JAD berbasis daring, sehingga dikhawatirkan mampu menggaet lebih banyak sasaran dari sebelum-sebelumnya.
"Sampai saat ini masih hidup, masih bertambah dari rekrutmen-rekrutmen yang ada," kata Wawan dalam program Mata Najwa yang ditayangkan di Trans7, Rabu (31/1) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi VII BIN itu mengatakan rekrutmen daring yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi tersebut lebih mudah dilakukan karena minim interaksi secara langsung, guna menghindari penggerebekan yang dilakukan aparat kepolisian. Meskipun demikian, Wawan memastikan BIN akan terus berupaya mengendus jaringan mereka melalui patroli siber 24 jam.
Wawan sekaligus mengingatkan, yang menjadi sasaran empuk dari petinggi JAD ini adalah rekrutmen anak-anak muda berusia 17-24 tahun. Oleh sebab itu, Wawan mewanti-wanti kepada seluruh orang tua beserta keluarga untuk ikut memantau aktivitas anak mereka.
Lihat juga:Bahaya Efek Domino Serangan di Mabes Polri |
Selain itu, Wawan menerangkan kerjasama lintas sektor untuk memberikan pembinaan dan upaya deradikalisasi bagi mereka yang telah bebas dari hukuman penjara. Sebab, pemikiran-pemikiran radikal itu dikhawatirkan masih ada dan terus berkembang.
Ia menuturkan pembinaan itu dapat berupa ajakan usaha ternak lele, ternak sapi dan kambing, seperti yang dilakukan di Boyolali, Klaten, Solo, hingga Semarang.
"Yang dipenjara kita lakukan pembinaan termasuk yang selesai pidananya," pungkasnya.
Wawan lantas juga menilai gerakan-gerakan penyerangan yang terjadi belakangan ini seperti aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar pada Minggu (28/3) lalu dan juga penyerangan di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) kemungkinan masih terafiliasi dengan beberapa jaringan tertentu.
Sebab, menurutnya teror tersebut terjadi secara berkelanjutan usai 20 orang terduga anggota kelompok teroris jaringan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) ditangkap di Kota Makassar awal Januari tahun lalu.
Di satu sisi, sebelumnya, pada pertengahan Maret lalu, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menerangkan pihaknya mencatat saat ini terdapat sekitar 6.000 anggota dan simpatisan kelompok teroris yang tergabung dalam Jamaah Islamiyah (JI).
Ramadhan menerangkan bahwa mereka terbagi dalam beberapa kelompok lain yang berkiblat pada JI.
"Jaringan JI. Jadi gini, JI itu anggota dan kelompoknya pernah kami sampaikan jumlahnya 6.000. Nah, 6.000 itu gabungan anggota dan simpatisan," kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (12/3).
Ramadhan menjelaskan simpatisan JI terus berpindah-pindah tempat. Dia mengatakan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri tidak berhenti memantau orang-orang yang tergabung dalam JI.