Mabes Polri menyatakan penyidik masih terkendala pengumpulan bukti sehingga belum dapat menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) oleh polisi Polda Metro Jaya terhadap Laskar FPI dalam bentrok di Jalan tol Jakarta-Cikampek pada akhir tahun lalu.
"Setelah kejadian terang benderang baru menentukan siapa tersangkanya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3).
Menurut dia, penyidik hingga saat ini masih mencoba untuk mengonstruksi kejadian dugaan pidana tersebut sehingga dapat menjadi terang benderang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hal ini, kata dia, penyidik masih mengumpulkan sejumlah alat bukti yang diduga berkaitan dengan perkara. Baru, setelah itu polisi akan mengkonstruksi perkara menjadi suatu kesatuan rangkaian peristiwa utuh.
"Penyidik masih menuntaskan tugasnya nanti suatu saat rekan-rekan pasti akan tahu publik akan tahu sejauh mana penyelesaian dari pada kasus-kasus tersebut," tambah dia.
Rusdi memastikan, hanya ada tiga polisi yang menjadi terlapor dalam perkara tersebut. Kemudian, satu di antara mereka telah meninggal dunia akibat kecelakaan yang terjadi pada Januari 2021 lalu.
"Kan terlapor 3 makanya nanti lihat proses selanjutnya nanti rekan-rekan sabar saja," tandasnya.
![]() |
Lihat juga:Bahaya Efek Domino Serangan di Mabes Polri |
Dalam insiden itu, diketahui empat Laskar FPI masih hidup sebelum polisi membawanya ke dalam mobil. Sementara, dua laskar yang lain telah meninggal saat bentrok hingga baku tembak pecah sebelumnya.
Polisi diduga menembak mati Laskar FPI yang tersisa lantaran diklaim melawan petugas. Atas hal itu, tiga anggota dari Polda Metro Jaya berstatus sebagai terlapor.
Kasus itu pun telah naik ke penyidikan pada Maret lalu. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi sebelumnya mengatakan bahwa penyidik mendalami pasal pembunuhan dalam perkara tersebut.
"Pasal 351 ayat (3) dan Pasal 338 (KUHP)," kata Andi dihubungi wartawan, Rabu (3/3), "Tentang pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatkan mati."