Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sepaham dengan temuan mengenai ada potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada proyek pariwisata di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Beberapa waktu lalu, dugaan adanya potensi pelanggaran HAM di proyek tersebut juga disoroti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelapor khusus PBB belum ngomong pelanggaran HAM, tapi ancaman pelanggaran HAM. Saya kira kalau ancaman ya memang ada potensi," tutur Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (13/4).
Bekamenerangkan kekhawatiran akan ancaman pelanggaran HAM tersebut berkaca pada sejarah penguasaan lahan untuk kepentingan pariwisata di Indonesia di mata dunia.
Ia lalu menyoroti sejarah panjang penguasaan tanah oleh PT Indonesian Tourism Development Corporation (ITDC), perusahaan yang mengelola proyek Mandalika, maupun negara puluhan tahun ke belakang.
"Karena awalnya ada pengambilalihan status tanah yang masif ketika zaman [Presiden] Soeharto, itu fakta," tutur Beka.
![]() |
Selain itu, Komnas HAM sendiri sempat menyoroti proyek pariwisata Mandalika dan menyurati PT ITDC langsung terkait konflik sosial yang disebabkan proyek strategis nasional itu.
Komnas HAM mendapati belasan warga melapor karena mengaku digusur dan lahannya diambil untuk kepentingan pariwisata. Pada Oktober 2020, komnas kemudian meminta PT ITDC membayar lahan milik warga.
Beka mengatakan semenjak surat rekomendasi tersebut disampaikan Komnas HAM, PT ITDC sudah berupaya menyelesaikan persoalan tersebut satu per satu dengan warga setempat.
Namun sampai saat ini, kasus tersebut belum rampung semua. Beka mengaku belum memeriksa secara rinci berapa hektare lahan yang masih terlibat konflik antara pengelola proyek dengan warga setempat.
"Masih ada persoalan lahan yang belum selesai antara warga dengan ITDC. Masih ada klarifikasi soal luasan lahan. Tapi ada juga yang sudah selesai," ucapnya.
Melihat kondisi tersebut, Beka pun memahami dengan sorotan PBB bahwa proyek pariwisata di Mandalika dikhawatirkan punya potensi pelanggaran HAM.
Menurutnya hal itu sangat mungkin terjadi ketika konflik antara masyarakat dan pengelola proyek direspon dengan pengerahan aparat keamanan dengan kekuatan yang berlebihan.
Alih-alih sibuk menampik potensi itu, Beka menyarankan pemerintah sebaiknya merespon pernyataan PBB dengan memperbaiki strategi dan pendekatan pelaksanaan aktivitas bisnis berdasarkan panduan HAM yang dibentuk organisasi global tersebut.
Ia mengatakan langkah tersebut penting dilakukan untuk memastikan konflik sosial yang sempat menyelimuti proyek tersebut terulang kembali dalam beberapa waktu ke depan.
Sebagai informasi, pada akhir Maret lalu, PBB menyatakan terdapat kemungkinan pelanggaran HAM dalam proyek pariwisata di Mandalika. Pasalnya, PBB mendapati masyarakat setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi. Menurut sumber terpercaya PBB, masyarakat disebut mengalami penggusuran paksa tanpa ganti rugi demi pembangunan proyek.
Tudingan ini ditampik Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin yang meyakini proyek strategis nasional tidak mungkin menyengsarakan rakyat.
Ia pun meminta PBB membuktikan jika pelanggaran HAM didapati di Mandalika. Ngabalin berjanji pemerintah akan segera menindak jika pelanggaran HAM terbukti terjadi.