Wabup OKU Dituntut 8 Tahun Bui di Kasus Suap Lahan Kuburan

CNN Indonesia
Kamis, 15 Apr 2021 16:17 WIB
Wabup OKU Johan Anuar dituntut 8 tahun bui di kasus korupsi lahan kuburan. (CNNIndonesia/hafizd)
Palembang, CNN Indonesia --

Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) nonaktif Johan Anuar dituntut delapan tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara atas kasus suap lahan kuburan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jaksa pun menuntut Johan mengganti uang suap Rp3,2 miliar subsider satu tahun penjara serta pencabutan hak politik untuk dipilih dan memilih.

JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz mengatakan terdakwa Johan Anuar melanggar UU Tipikor dalam pengadaan tanah pemakaman umum saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD OKU tahun 2013 silam.

"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama. Dari fakta dan analisa secara teori hukum dan pendapat ahli, perbuatan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana melanggar hukum," ujar Rikhi, di Pengadilan Kelas 1A Khusus Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (15/4).

Berdasarkan fakta persidangan, Johan Anuar menerima uang sebesar Rp3,2 miliar yang terungkap melalui penjualan tanah TPU. Dana itu mengalir ke rekening terdakwa usai pengalihan tanah TPU dengan lebih dulu menaikkan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Jaksa komisi antirasuah juga menganggap wakil bupati dua periode tersebut tidak menunjukkan perbuatan baik selama penyidikan untuk meringankan hukuman. Secara sah dan meyakinkan jaksa menganggap Johan melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor.

Keputusan menambah tuntutan pencabutan hak politik terhadap Johan Anuar dilakukan karena terdakwa melakukan korupsi saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD dan Wakil Bupati OKU yang notabene jabatan politik yang ditunjuk oleh masyarakat.

"Pencabutan hak politik ini dijatuhkan setelah terdakwa menjalani masa pidana, selama lima tahun," kata dia.

Sementara itu Kuasa Hukum Johan Anuar, Titis Rachmawati mengaku kecewa atas tuntutan jaksa. Dirinya menganggap tuntutan yang diberikan jaksa terlalu dibuat-buat dan memaksakan.

"Kami merasa tuntutan ini tidak fair, maka sudah pasti kami akan mengajukan pledoi. Tuntutan ini menunjukkan bukti KPK mau dikatakan lembaga super power. Seakan-akan selalu benar dalam memberikan hukuman," ujar Titis.

Infografis Kepala Daerah Terjerat Korupsi di era Jokowi. (Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen)

Dirinya mengungkapkan tuntutan delapan tahun penjara dianggap terlalu memberatkan kliennya. Berbanding terbalik dengan korupsi puluhan miliar yang hanya diberi hukuman ringan.

Titis tetap berkeyakinan jika Johan tidak menerima sepeserpun uang dari penjualan lahan kuburan yang dianggarkan dari APBD OKU tahun 2013 tersebut. Karena pemilik lahan, Hidirman, yang terlebih dahulu dipidana, telah mengembalikan uang kerugian negara Rp3,2 miliar tersebut.

"Saya jadi heran klien saya harus membayar uang kerugian negara kembali. Padahal dalam dakwaan yang terpisah, Hidirman telah mengembalikan uang kerugian negara," ungkap Titis.

"Hidirman telah membayar, artinya tidak ada kerugian negara. jika Johan Anuar turut membayar maka kabupaten akan mendapatkan uang double dan tanah. Ini tidak fair," lanjutnya.

Selain pledoi, dirinya pun berencana untuk melaporkan JPU KPK ke Komisi Kejaksaan RI dan Dewan Pengawas KPK atas tuntutan delapan tahun penjara yang dianggap terlalu berlebihan.

Ketua Majelis Hakim Erma Suharti menunda sidang selama sepekan ke depan untuk pelaksanaan agenda pembacaan pembelaan (pledoi).

(idz/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK