Pencarian kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak di perairan Bali saat hendak melakukan uji coba penembakan torpedo pada Rabu (21/4), masih berlanjut. Kapal yang telah dioperasikan TNI Angkatan Laut sejak 1981 lalu hilang pukul 03.00 waktu setempat.
Posisi terakhir terdeteksi kapal itu berada pada kedalaman 600-700 meter. Kapal selam yang membawa sejumlah torpedo dan 53 orang itu sejatinya sedang dalam uji coba latihan di perairan Bali tersebut.
"Masih dalam pencarian di Perairan Bali, 60 mile dari Bali," kata Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melalui pesan singkat kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga malam tadi, pencarian kapal selam itu melibatkan Basarnas dan kekuatan SAR lain. Bukan hanya itu, Hadi pun mengaku telah meminta Singapura dan Australia untuk ikut mencari Kapal Selam KRI Nanggala-402 ini.
"Iya, kan selama ini punya kerja sama, ya, pencarian dan sebagainya terkait dengan kecelakaan latihan dengan Singapura maupun Australia, sudah dilaksanakan dan dikomunikasikan," kata Hadi.
Lebih dari 24 jam sejak hilang kontak, kapal selam KRI Nanggala-402 belum juga ditemukan. KRI Nanggala yang berisi 53 prajurit TNI itu tak lagi memberi kabar setelah melakukan penyelaman sekitar pukul 03.00 WIB.
TNI AL kemudian mengerahkan KRI Gusti Ngurah Rai (GNR-332) dan KRI Diponegoro (DPN-365) menggunakan sonar aktif di sekitar lokasi penyelaman KRI Nanggala-402 dengan metode Cordon 2000 yards. Tapi nihil.
Terbaru, dalam operasi pencarian itu TNI AL menemukan tumpahan minyak di perairan sekitar kapal selam KRI Nanggala-402 hilang kontak saat melakukan latihan di perairan Bali.
"Terjadi tumpahan minyak di sekitar area tenggelam, kemungkinan terjadi kerusakan tangki BBM (retak) karena tekanan air laut atau pemberian sinyal posisi dari KRI NGL-402," dikutip dari keterangan TNI AL tersebut kemarin malam.
Dugaan sementara kapal hilang kontak karena terjadi ketidakfungsian total (black out) saat melakukan penyelaman statis. Black out ini menyebabkan kapal kehilangan kendali dan tidak bisa melakukan prosedur kedaruratan.
"Harusnya ada tombol darurat untuk menghembus supaya kapal bisa timbul ke permukaan, sehingga kapal jatuh pada kedalaman 600-700 meter," dalam keterangan tersebut.
Hingga saat ini TNI AL masih melakukan pencarian terhadap satu dari lima kapal selam milik Indonesia itu. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dan Panglima TNI juga telah melakukan pemantauan langsung atas kapal tersebut dengan menggunakan KRI dr. Soeharso.
Hal ini diungkap Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Julius Widjojono.
"Sudah langsung ke area dekat lokasi. Nanti pagi bapak panglima TNI akan on board untuk pencarian ke sekitar lokasi," kata Julius.
Julius menyatakan pihaknya telah menetapkan titik evakuasi pencarian kapal selam tersebut di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi dan Pelabuhan Gilimanuk, Bali.
"Bikin posko di Banyuwangi. Titik evakuasi ada di Banyuwangi dan Gilimanuk," ujarnya.
Lebih lanjut, Julius menyebut pihaknya telah menerjunkan sekitar 400 personel dalam pencarian kapal selam yang hilang kontak sejak Rabu (21/4) dini hari. Basarnas juga ikut membantu pencarian kapal tersebut.
"Sudah di atas 400 personel," ujarnya.
Dalam keterangan tertulis Biro Humas Kemenhan, sejumlah kapal telah diterjunkan untuk melakukan pencarian terhadap kapal yang diduga tenggelam hingga kedalaman 600-700 meter.
"Hingga saat ini pencarian masih terus dilakukan dengan mengirimkan KRI Rigel dari Dishidros Jakarta dan KRI Rengat dari Satuan Ranjau untuk membantu pencarian dengan menggunakan side scan sonar," dikutip dari keterangan tertulis Kemenhan.
Tak hanya itu, TNI AL juga telah mengirimkan distres ISMERLO (International Submarine Escape and Rescue Liaison officer). Beberapa negara juga sudah merespons dan siap memberikan bantuan di antaranya adalah AL Singapura, AL Australia, dan AL India.