Data Limbah Batu Bara Milik ESDM dan KLHK Disebut Tak Sinkron

CNN Indonesia
Kamis, 22 Apr 2021 04:27 WIB
Data timbunan limbah batu bara milik Kementerian ESDM dan KLHK disebut tak sinkron. Ilustrasi (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengacara lingkungan Margaretha Quina mengatakan data timbunan abu batu bara sisa pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau Fly ash bottom ash (FABA) milik Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) tahun 2020 tak sinkron.

Kementerian ESDM memperkirakan jumlah timbunan abu batu bara pada 2020 berjumlah 9,7 ton. Sementara, KLHK menyatakan hanya terdapat 2,9 juta ton pada 2020.

"Ini ada gap yang cukup signifikan dengan data ESDM," kata Quina dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/4).

Quina menyebut data terkait penanganan abu batubara sisa PLTU di Indonesia juga tak jelas. Dari data yang ia dapatkan, sebanyak 0,06 hingga 1 persen abu batu bara dimanfaatkan. Sementara, 25 persen lainnya ditimbun.

Ia mempertanyakan keberadaan 75 persen limbah kimia berbahaya itu. Quina menduga barang sisa tersebut mandek cukup lama di tempat penampungan sementara (TPS) hingga melewati batas maksimal waktu penampungan.

"Atau dia dikelola pihak ketiga tapi kita enggak tahu apa yang dilakukan pihak ketiga," ujarnya.

Quina menyebut Kementerian ESDM telah memperkirakan adanya peningkatan timbunan FABA pada 2028 mendatang. Prediksi tersebut, kata Quina, menjadi salah satu alasan pemerintah mengeluarkan limbah batu bara dari daftar B3.

"ESDM sendiri telah telah memperkirakan timbunan kita akan naik sampai 13,5 juta ton pada tahun 2028 per tahun," katanya.

Lebih lanjut, Quina menyebut sejumlah aturan dalam menjaga Indonesia dari bencana limbah batu bara justru dihapus di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Beberapa aturan tersebut antara lain seperti mengenai waktu penimbunan limbah FABA di TPS yang dulu dibatasi hanya 1 tahun sekarang tidak ada. Aturan mengenai syarat pengangkutan limbah ini agar tidak mencemari jalur yang dilewati juga dihapuskan.

Kemudian, aturan pengelolaan fasilitas penyimpanan limbah batu bara dan syarat pengujian air tanah juga dihapus.

Secara umum, Quina melihat PP 22 tahun 2021 itu mempermudah semua jenis pengelolaan limbah FABA, baik pemanfaatan maupun penimbunan. Hal ini, menurutnya, membuka peluang bagi pengelola limbah FABA untuk memilih cara pengelolaan, baik pemanfaatan maupun penimbunan akhir, yang paling murah dan berisiko.

"Ini diperparah dengan tidak dibedakannya pemanfaatan yang aman dan beresiko. Tidak ada guidance yang mana merupakan praktik terbaik dan mana pemanfaatan yg justru harus dihindari," ujarnya.

(iam/fra)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK