Tim penyidik di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menduga perusahaan E-Dinar Coin Cash (EDCCash) berencana menghimpun dana masyarakat dengan mendirikan bank perkreditan rakyat, di luar penawaran investasi produk kripto atau mata uang virtual.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sendiri melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional berdasarkan prinsip syariah. Sehingga, dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menemukan adanya indikasi mereka juga ingin mendirikan bank perkreditan rakyat, kami menemukan fakta itu," ungkap Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika kepada wartawan, Jumat (23/4).
Hanya saja, pendiri dan sejumlah bos di perusahaan itu telanjur tertangkap oleh aparat kepolisian sebelum rencana itu terealisasi.
Saat didalami oleh penyidik, diketahui perusahaan kripto yang diperdagangkan oleh EDCCash tidak memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kemudian, izin pendirian perusahaan itu pun baru dibuat setelah mereka beroperasi.
"Dokumen kepengurusan, izin usaha, dan sebagainya itu dibuat setelah mereka beroperasi, bukan sebelum," tambah Helmy lagi.
Sejauh ini, sudah ada enam tersangka yang dijerat oleh kepolisian terkait kasus dugaan investasi bodong EDCCash. Termasuk, polisi turut meringkus CEO EDCCash, Abdulrahman Yusuf.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45A Ayat (1) dan Pasal 36 Jo Pasal 50 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tindak pidana penipuan/perbuatan curang Pasal 378 KUHP Jo penggelapan Pasal 372 KUHP.
Kemudian, terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU/Money Laundering) sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini bermula saat sejumlah nasabah mengeluhkan investasi mereka selalu merugi. Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK sendiri telah memasukkan EDCCash ke daftar investasi ilegal karena melakukan kegiatan jual beli uang kripto tanpa izin.
Satgas bahkan menduga investasi ilegal ini menggunakan skema ponzi untuk menarik minat para member. Polisi memperkirakan ada sekitar 57 ribu nasabah yang menjadi korban dengan dugaan total kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.
Dari kronologi yang disampaikan kepolisian, terungkap bahwa EDCCash menawarkan produk investasi kripto yang dapat memberi untung 0,5 persen per hari, dan 15 persen per bulan. Hal itu bisa didapatkan member tanpa bekerja sekalipun.
Hanya saja, mereka akan diminta untuk pendaftaran sebesar Rp5 juta dengan rincian Rp4 juta untuk dikonversi menjadi 200 koin, biaya sewa cloud sebesar Rp300 ribu dan biaya untuk para upline sebesar Rp700 ribu.
Lihat juga:Pencarian KRI Nanggala Berpacu dengan Waktu |